Monday, October 10, 2016

Bagian 5: BUKTI KEUNGGULAN SISTEM EKONOMI ISLAM DARI SISTEM EKONOMI KAPITALIS dan SOSIALIS



A.                Dasar-dasar Sistem Ekonomi Islam

Keunggulan-keunggulan sistem ekonomi islam dari sistem ekonomi yang lain dimulai dari dasar-dasar ekonomi islam itu sendiri. Sebagaimana kita ketahui maksud penciptaan manusia memang tidak lain untuk beribadah kepada Sang Pencipta, sebagai mana juga dieperintahkan untuk memakmurkan bumiNya dengan adil. Maka dari itu Allah telah menyiapkan bumi ini agar bisa dimanfaatkan dan menjadikan manusia sebagai pemimpin di atas bumi itu agar dapat memanfaatkan segala yang ada. Dari prinsip penciptaan dan konsep kepemimpinan manusia di atas bumi setidaknya bisa ditarik benang merah untuk membangun prinsip ekonomi dalam Islam, yaitu: kepemilikan ganda (kepemilikan individual dan kepemilikan umum), kebebasan berkonomi, serta mengayomi kepentingan umum. Tetapi di sini penulis berusaha fokus pada masalah kepemilikan ganda (kepemilikan individual dan kepemilikan umum) yang bertentangan dengan sosialis maupun kapitalis.[1]

B.                  Kecacatan-kecacatan Sistem Ekonomi Kapitalis[2]

1.      Penimbunan
Model penimbunan ini sebenarnya bermula dari pandangan kapitalisme tentang kelangkaan barang dan jasa dalam memenuhi kebutuhan manusia sebagai mana yang disebutkan Adnan Syafi’i. Ketika disebutkan bahwa kebutuhan manusia bersifat tidak terbatas, sedangkan daya barang dan jasa sangat terbatas maka seakan mengeluarkan pendapat bahwa solusinya adalah meningkatkan produksi barang setinggi-tingginya.
Padahal jika dicerna lagi seakan kita paham bahwa hal itu keliru. Analogi sederhananya seperti ini, ketika seseorang di satu kasur yang harganya mungkin 2 juta, apakah di saat yang sama dia membutuhkan kasur lain yang mungkin seharga 5 juta? Perumpaan lain, adakah orang yang mampu memakan nasi 5 piring dalam satu waktu? Jika dikatakan iya, maka adakah yang mampu memakannya hingga 10 piring dan seterusnya? Dari sini kita paham bahwa sesungguhnya kebutuhan manusia itu terbatas.
Sebenarnya teori kelangkaan barang bukan hanya mempunyai kecacatan dalam substansinya, tapi pada penerapannya juga membahayakan, yaitu terjadinya penimbunan. Selain itu, manusia seakan menjadi makhluk-makhluk egois dan ‘memangsa’ sesamanya.
2.      Riba
Hubungan antara sistem ekonomi kapitalis dan suku bunga/ riba itu tidak terpisahkan atau mempunyai hubungan yang kuat, dan contoh jelas yang terjadi yaitu pada pasar modal. Sistem ini berjalan dengan adanya pemberian hutang yang akan dibayarkan kepada bank konvensional.
Riba adalah sesuatu yang seakan sudah sangat melekat pada tubuh kapitalisme. Meskipun sudah jelas sistem perkonomian dengan model riba merugikan, tapi itu seakan sudah menjadi hal yang biasa. Lihat saja perilaku para pejabat yang merasa bangga jika dalam masa jabatannya dia dapat mengucurkan dana kredit sekian milyar atau triliyun bagi pengusaha kecil. Padahal kredit itu tidak menjamin kesuksesan para pengusaha kecil, tapi sepersekian detik setelah pengusaha kecil itu mengkredit, dia langsung dibebani dengan bunga. Maka dari itu Allah memperingatkan dalam firmanNya: “Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, Maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah.”
3.      Judi (al muqâmarah)
Para kapitalis menegakkan sistemnya dengan lebih mengandalkan peluang-peluang di sektor non riil dari pada sektor riil. Padahal jika sektor non riil ini dicermati mekanismenya maka tidak akan jauh dengan perjudian. Semuanya berasas ketidakpastian dan tebak-tebakan (spekulasi) antara untung dan rugi. Di sini uang tidak akan pernah bertemu dengan barang dan jasa sebagaimana yang terjadi di bursa saham, yang ada hanyalah interaksi tak nyata dengan berbagai spekulasi yang tidak pasti.
Kalau perputaran uang hanya berkisar di sektor non riil bisa dipastikan sektor riil menjadi terbengkalai. Bayangkan ketika uang dalam jumlah besar yang seharusnya bisa lebih produktif jika berada di sektor riil ternyata hanya berputar di sektor non riil! Tingkat produksi secara tidak langsung pasti mengalami kemerosotan daya produksi. Jika daya produksi merosot maka selanjutnya perusahaan-perusahaan lebih memilih untuk mem-PHK karyawannya. Dari sini kemiskinan tidak bisa dibendung.
4.      Mendahulukan Materi
Poin lain dari kapitalisme adalah lebih mementingkan dan mendahulukan materi. Memang kebahagiaan individual dan umum didapatkan dari hal ini. Tapi kapitalisme malah membuahkan sebuah perpecahan antar manusia demi memenuhi kebutuhan materinya tanpa memperhatikan segi akhlaq ataupun adab. Para produsen hanya memikirkan bagaimana caranya bisa meraup keuntungan yang besar dengan barang-barang yang mampu ia produksi. Tidak penting apakah barang itu bertentangan dengan adab atau tidak, baik untuk kesehatan atau tidak, sesuai dengan tuntutan agama atau tidak.[3]

C.                  Kecacatan-kecacatan Sistem Ekonomi Sosialis[4]

1.      Perampasan hak atas kepemilikan pribadi atau pereorangan yang bertentangan dengan fitrah dan adat manusia.
2.      Perampasan hak individu
3.      Penurunan produktifitas pekerja.
4.      Undang-undang dan pemusatan kepemerintahan ditetapkan oleh sekelompok kecil atau hanya terdiri dari beberepa orang tanpa melihat keadaan perekonomian dan produktifitas sebenarnya yang tidak sesuai dengan informasi-informasi juga kesepakatan birokrasi.
5.      Sulit melakukan transaksi
Tawar-menawar sangat sukar dilakukan oleh individu yang terpaksa mengorbankan kebebasan pribadinya dan hak terhadap harta milik pribadi hanya untuk mendapatkan makanan sebanyak dua kali. Jual beli sangat terbatas, demikian pula masalah harga juga ditentukan oelh pemerintah, oelh karena itu stabilitas perekonomian Negara sosialis lebih disebabkan tingkat harga ditentukan oleh Negara, bukan ditentukan oelh mekanisme pasar.[5]

D.                 Karakteristik-Karaktristik Sistem Ekonomi Islam[6]

Sistem ekonomi islam merupakan sistem yang ideal dan berkaitan dengan syariah-syariah islam yang mengatur aspek-aspek kehidupan dan tidak mungkin terpisah dari qaedah-qaedah aqidah, iman, dan akhlaq.
Karekteristik ini lah yang membuat sistem ekonomi islam lebih unggul dari sistem ekonomi lainnya, berikut karakteristik-karakteristik sistem ekonomi islam:
1.      Spirit ketuhanan (Robbaniyah)
Sebagaimana diketahui bahwa Islam adalah sebuah agama yang merujuk semua perkaranya kepada Allah dengan konsep ketuhanan. Tidak hanya merujuk, bahkan segala kegiatan tujuannya adalah perkara yang bersifat ketuhanan. Tentunya ini sangat berbeda dengan sistem-sistem ekonomi konvensional yang tujuannya hanya member kepuasan pada diri tanpa merujuk atau bertujuan selain dari itu.
Maka sebagaimana Islam selalu menanamkan akhlaq dan adab dalam segala aspek kehidupan diterapkan pula dalam hal interaksi perkonomian. Islam telah mengajarkan bahwa manusia merupakan pemimpin di muka bumi sebagaimana firmanNya “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Kemudian dilanjutkan dengan ayat “Dia Telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya.” Ditambah lagi dengan firmanNya “Dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah Telah menjadikan kamu menguasainya.”
Jelas penuturan ayat-ayat di atas jelas sudah rujukan serta tujuan dari sistem ekonomi islam, yaitu sebuah asas ketuhanan. Sehingga nantinya dapat menciptakan masyarakat yang tentram serta seimbang perkonomiannya.
2.      Keseluruhan (syumûliah)
Sistem ekonomi Islam tidak lain merupakan sebuah cakupan dari ketetapan-ketetapan yang berlaku dalam Islam. Karena Islam merupakan sebuah sistem yang mengatur segala aspek kehidupan yang masuk di dalamnya aspek perekonomian. Dengan masuknya ekonomi sebagai salah satu aspek kehidupan dalam Islam, maka tidak mungkin ada produsen yang memproduksi barang di dasarkan atas kemauannya saja. Tetapi dia juga pasti mempertimbangkan akan halal dan haramnya. Para produsen tidak juga memproduksi sesuatu yang mengandung hal-hal membahayakan konsumen atau lingkungannya. Dan berbagai perbuatan lainnya akan disesuaikan dengan aspek dan ketentuan yang ada dalam Islam.
3.      Fleksibilitas (murûnah)
Kaidah-Kaidah dalam Islam bersifat shôlihun likulli zamân wa makân. Dengan bahasa yang mudah dipahami adalah bisa diaplikasikan dalam berbagai dimensi waktu dan tempat. Tentunya hal itu berkaitan erat dengan tsawabit (sesuatu yang sudah tetap) serta mutaghayyirat (hal yang masih berubah-ubah) yang berasaskan hal-hal ushul (pokok) dalam agama dan furu’nya (cabang). Dengan model yang disebutkan tadi berbagai macam kejadian bisa disesuaikan dengan hukum-hukum fiqh yang ada.
Tapi fleksibilitas yang dimaksud di sini harus lebih ditinjau lagi. Dr. Rif’at Audhy di salah satu bab dalam buku Mausu’atul Hadhoroh al Islamiyah menerangkannya dengan cukup jelas. Fleksibilitas dalam Islam mempunyai sisi yang tidak bisa diterima dan ada yang bisa. Adapun sisi yang tidak diterima yaitu ketika suatu permasalahan bisa dihukumi dengan dua hukum yang berbeda sesuai perbedaan kondisi alias kondisional. Karena yang seperti itu sama saja mengatakan bahwa yang hukum-hukum Islamlah yang menyesuaikan keadaan, dan bukannya keadaan yang merujuk pada hukum Islam. Sedangkan sisi yang bisa diterima adalah ketika syariah yang sholih likulli zaman wa makân ini mampu menghukumi perkembangan zaman.
Ibnu Taimiyah menyatakan perbuatan seorang hamba itu ada dua jenis: ibadah yang dengannya orang memperbaiki agama mereka dan adat kebiasaan yang dibutuhkan di dunia. Ibadah adalah sesuatu hal. Dengan adanya pokok-pokok syariah, maka kita mengetahui bahwa ibadah yang ditetapkan olehNya tidak akan sah kecuali dengan ketentuan yang ditetapkan syariah. Adapun adat adalah hal yang biasa dilakukan oleh manusia di dunia, maka unsur pokoknya adalah tidak adanya larangan (al ashlu fîhi ‘adamul hazhr) kecuali yang telah dilarang olehNya.

4.      Keseimbangan (tawâzun)
Islam dan berbagai aspek hidupnya selalu berdasarkan keseimbangan antara dua sisinya. Sebagaimana keseimbangan antara dunia dan akhirat dan juga keseimbangan antara iman dan perekonomian serta keseimbangan antara boros dan kikir. Islam juga memberi keselarasan antara kebutuhan rohani dan kebutuhan materi dengan memberi porsi yang sesuai antara keduanya.
Hal penting lain dari konsep keseimbangan ini adalah sebuah sikap yang tidak condong pada kapitalis ataupun sosialis. Islam punya kedudukannya sendiri dalam hal ini, yaitu berada di antara keduanya dengan tidak menafikan kepemilikan individual ataupun kepemilikan sosial sebagaimana yang akan dibahas lebih dalam di bab lain dari makalah ini. Islam memiliki batasan-batasannya sendiri antara kepentingan negara dan individual dalam ekonomi sehingga dapat menyeimbangkan antara keduanya.
5.      Keuniversalan (‘âlamiyyah)
Konsep keuniversalan ini sudah ada sejak diutusnya Rasul ke atas bumi, karena tidak lain diutusnya Rasul adalah sebagai rahmat bagi seluruh alam. Keuniversalan ekonomi Islam semakin terasa jelas setelah datangnya krisis global yang melanda AS dan belahan negara lain pada tahun 2008. Karena sejak saat itu beberapa negara barat mulai menerapkan ekonomi Islam. Bahkan salah satu yang pertama kali menerapkannya adalah vatikan sendiri sebagaimana yang ditegaskan dalam salah satu surat kabar resmi milik mereka yang bernama L’osservatore Romano edisi 6 Maret 2009.
Selain itu Vincent Beaufils pimpinan redaksi Challenge, sebuah majalah Prancis menuliskan sebuah artikel yang mempertanyakan moral dalam sistem ekonomi kapitalis. Hal itu tak jauh beda dengan yang diucapkan Roland Laskine, pemimpin redaksi majalah Le Journal des Finance. Dia menuliskan sebuah artikel berjudul “apakah Wall Street siap untuk menerima prinsip-prinsip hukum Islam?” Tulisan ini bermula dari pendapat dia tentang pentingnya penerapan hukum Islam di ranah perkonomian untuk meredam krisis yang terjadi di penjuru dunia.[7]

Terlihat pada beberapa perbedaan di atas, bahwasannya sistem ekonomi islam lebih menunjukan keunggulnnya yang membuat masyarakat lebih nyaman dalam beraktivitas ekonomi. Sehingga pada beberapa tahun terakhir sistem ekonomi islam terlihat lebih berkembang dengan bermunculannya bank-bank syariah di berbagai Negara, seperti juga di Indonesia.
Sebagaimana telah diketahui juga, sistem ekonomi islam terlihat lebih unggul dari sistem ekonomi lainnya karena memeliki kekhususan juga karakteristik yang lebih mencangkup keseluruh kesejahteraan juga kemakmuran manusia, karena sistem ekonomi islam lebih adil, dan juga jujur dibandingkan dengan sistem-sistem ekonomi lainnya.
Sehingga saat ini sistem ekonomi islam tidak hanya menjadi sebuah ideology akan tetapi juga menjadi sebuah kebutuhan bagi manusia.


[1] http://ekonomiduniaislam.blogspot.com/2013/01/sistem-ekonomi-islam.html, diakses pada pukul 19.00, hari sabtu, 14 Februari 2015.
[2] Dr. Ayraf Muhammad Dawabah, op. cit. hal. 41.
[3] http://ekonomiduniaislam.blogspot.com/2013/01/sistem-ekonomi-kapitalis.html, diakses pada pukul 19.11, hari sabtu, 14 Februari 2015.
[4] Dr. Asyraf Muhammad Dawabah, op. cit. hal. 49.
[5] http://zonaekis.com/kelemahan-sistem-ekonomi-sosialis/, diakses pada pukul 20.03, hari sabtu, 14 Februari 2015.
[6] Dr. Asyraf Muhammad dawabah, op. cit. hal. 52.
[7] http://ekonomiduniaislam.blogspot.com/2013/01/sistem-ekonomi-islam.html, diakses pada pukul 20.28, hari sabtu, 14 Februari 2015

No comments:

Post a Comment

Terima kasih sudah membaca blog saya, semoga bermanfaat