A. Dasar-dasar Sistem Ekonomi Islam
B. Kecacatan-kecacatan Sistem Ekonomi Kapitalis[2]
Model
penimbunan ini sebenarnya bermula dari pandangan kapitalisme tentang kelangkaan
barang dan jasa dalam memenuhi kebutuhan manusia sebagai mana yang disebutkan
Adnan Syafi’i. Ketika disebutkan bahwa kebutuhan manusia bersifat tidak
terbatas, sedangkan daya barang dan jasa sangat terbatas maka seakan
mengeluarkan pendapat bahwa solusinya adalah meningkatkan produksi barang
setinggi-tingginya.
Padahal
jika dicerna lagi seakan kita paham bahwa hal itu keliru. Analogi sederhananya
seperti ini, ketika seseorang di satu kasur yang harganya mungkin 2 juta,
apakah di saat yang sama dia membutuhkan kasur lain yang mungkin seharga 5
juta? Perumpaan lain, adakah orang yang mampu memakan nasi 5 piring dalam satu
waktu? Jika dikatakan iya, maka adakah yang mampu memakannya hingga 10 piring
dan seterusnya? Dari sini kita paham bahwa sesungguhnya kebutuhan manusia itu
terbatas.
C. Kecacatan-kecacatan Sistem Ekonomi Sosialis[4]
D. Karakteristik-Karaktristik Sistem Ekonomi Islam[6]
3. Fleksibilitas
(murûnah)
Kaidah-Kaidah
dalam Islam bersifat shôlihun likulli zamân wa makân. Dengan
bahasa yang mudah dipahami adalah bisa diaplikasikan dalam berbagai dimensi
waktu dan tempat. Tentunya hal itu berkaitan erat dengan tsawabit (sesuatu
yang sudah tetap) serta mutaghayyirat (hal yang masih berubah-ubah) yang
berasaskan hal-hal ushul (pokok) dalam agama dan furu’nya
(cabang). Dengan model yang disebutkan tadi berbagai macam kejadian bisa
disesuaikan dengan hukum-hukum fiqh yang ada.
Tapi
fleksibilitas yang dimaksud di sini harus lebih ditinjau lagi. Dr. Rif’at Audhy
di salah satu bab dalam buku Mausu’atul Hadhoroh al Islamiyah
menerangkannya dengan cukup jelas. Fleksibilitas dalam Islam mempunyai sisi
yang tidak bisa diterima dan ada yang bisa. Adapun sisi yang tidak diterima
yaitu ketika suatu permasalahan bisa dihukumi dengan dua hukum yang berbeda
sesuai perbedaan kondisi alias kondisional. Karena yang seperti itu sama saja
mengatakan bahwa yang hukum-hukum Islamlah yang menyesuaikan keadaan, dan
bukannya keadaan yang merujuk pada hukum Islam. Sedangkan sisi yang bisa
diterima adalah ketika syariah yang sholih likulli zaman wa makân ini
mampu menghukumi perkembangan zaman.
Sehingga saat ini sistem
ekonomi islam tidak hanya menjadi sebuah ideology akan tetapi juga menjadi
sebuah kebutuhan bagi manusia.
[1] http://ekonomiduniaislam.blogspot.com/2013/01/sistem-ekonomi-islam.html,
diakses pada pukul 19.00, hari sabtu, 14 Februari 2015.
[2] Dr. Ayraf
Muhammad Dawabah, op. cit. hal. 41.
[3] http://ekonomiduniaislam.blogspot.com/2013/01/sistem-ekonomi-kapitalis.html, diakses pada
pukul 19.11, hari sabtu, 14 Februari 2015.
[4] Dr. Asyraf
Muhammad Dawabah, op. cit. hal. 49.
[5] http://zonaekis.com/kelemahan-sistem-ekonomi-sosialis/, diakses pada
pukul 20.03, hari sabtu, 14 Februari 2015.
[6] Dr. Asyraf
Muhammad dawabah, op. cit. hal. 52.
[7] http://ekonomiduniaislam.blogspot.com/2013/01/sistem-ekonomi-islam.html,
diakses pada pukul 20.28, hari sabtu, 14 Februari 2015
No comments:
Post a Comment
Terima kasih sudah membaca blog saya, semoga bermanfaat