Tuesday, October 11, 2016

PRODUKSI DISTRIBUSI dan KONSUMSI dalam PERSPEKTIF ISLAM



BAB I

PENDAHULUAN 

1.      Latar Belakang

Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak pernah luput dari masalah ekonomi. Ekonomi merupakan salah satu ilmu sosial yang mempelajari tingkah laku manusia dan aktivitas manusia yang tak akan pernah lepas dengan aktivitas produksi, distribusi dan konsumsi. Demi menjamin kesejahteraan masyarakat, maka diperlukanlah aturan-aturan yang berkaitan dengan ketiga aktivitas ekonomi tersebut. dengan aturan dan batasan-batasan ini diharapkan pelaku ekonomi mampu mencapai tujuannya. Karena jika aktivitas itu terjalankan tanpa ada aturan yang mengikatnya tentu akan terjadi kekacauan, terlebih karena fitrah manusia terlahir dengan nafsu dan keinginan yang tak aka nada habisnya. Keinginan yang tak berujung ini yang terkadang menyebabkan manusia merampas hak orang lain serta lupa dengan kewajibannya sebagai makhluk sosial. Untuk itulah diperlukan pemahaman yang utuh mengenai ketiga aktivitas utama ekonomi, definisinya, prinsip, tujuan, fungsi serta aturan-aturan yang mengikatnya.

2.      Rumusan Masalah

Untuk mengetahui segala hal yang terkait dengan ketiga hal mendasar terkait aktivitas ekonomi, didapatkan beberapa masalah utama yang menjadi poin dalam pembahasan kali ini:
1.         Apa definisi dari produksi, distribusi dan konsumsi?
2.         Apa prinsip utama dari teori produksi, distribusi dan konsumsi?
3.         Apa tujuan dan fungsi dari produksi, distribusi dan konsumsi?
4.         Bagaimana konsep produksi, distribusi dan konsumsi dalam pandangan Islam?

3.      Tujuan Penulis

1.      Mengetahui pengertian dari teori produksi, distribusi dan konsumsi.
2.      Mengetahui prinsip teori produksi, distribusi dan konsumsi.
3.      Memahami tujuan dan fungsi dari teori produksi, distribusi dan konsumsi.
4.      Memahami definisi, prinsip dan tujuan teori produksi, distribusi dan konsumsi dalam pandangan Islam.

4.      Metode Penulisan

Penulis menggunakan metode studi pustaka, yaitu dengan mengumpulkan beberapa referensi yang berkaitan, baik yang diambil dari buku maupun internet sebagai sumber penulisan makalah, agar pembaca dapat mengetahui berbagai hal terkait produksi, distribusi dan konsumsi dan mengetahui implementasi rabbani dari ketiga aktivitas ekonomi tersebut.

BAB II

PEMBAHASAN
TEORI PRODUKSI DISTRIBUSI dan KONSUMSI[1]

A.    PRODUKSI

1)      Definisi Produksi

Produksi merupakan suatu kegiatan yang dikerjakan untuk menambah nilai guna suatu benda atau menciptakan benda baru sehingga lebih bermanfaat dalam memenuhi kebutuhan. Kegiatan menambah daya guna suatu benda tanpa mengubah bentuknya dinamakan produksi jasa. Sedangkan kegiatan menambah daya guna suatu benda dengan mengubah sifat dan bentuknya dinamakan produksi barang.[2]

Produksi, menurut G.L.S. Shackle dalam bukunya, Economics for Pleasure, adalah suatu macam operasi atau proses, yang dapat membantu untuk membawa kepada suatu kondisi, tempat atau waktu atas apa yang mereka inginkan.

Produksi dari segi pandang islami, suatu aktivitas atau pekerjaan yang berkaitan dengan pengambilan manfaat atas segala partikel di alam semesta ini, agar dapat memenuhi kebutuhan diri sendiri pada khususnya dan kebutuhan umat pada umumnya.

Dr. Muhammad Rawwas Qalahji memberikan padangan kata “produksi” dalam bahasa Arab dengan kata al-intaj yang secara harfiyah dimaknai dengan ijadu sil’atin (mewujudkan atau mengadakan sesuatu) atau khidmatu mu’ayyanatin bi istikhdami muzayyajin min ‘anashir al-intaj dhamina itharu zamanin muhaddadin (pelayanan jasa yang jelas dengan menuntut adanya bantuan penggabungan unsur-unsur produksi yang terbingkai dalam waktu yang terbatas).
                                        
Dari beberapa pendapat di atas, penulis menarik kesimpulan, bahwa produksi adalah suatu kegiatan atas tujuan tertentu, yang dapat menghasilkan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan hidup dan memberi dampak atau manfaat bagi diri sendiri dan juga bagi orang lain.

Seyogyanya sebagai seorang muslim, ada batasan-batasan yang harus diperhatikan dalam melakukan suatu produksi. Diantaranya, hendaknya proses tersebut dilakukan dengan baik dan sempurna (ihsan), meluruskan niat, profesional, istiqomah dan harus menghargai waktu.[3]

2)      Tujuan Produksi

Ada beberapa tujuan produksi yang sesuai dengan ajaran islam, diantaranya:
a. Memenuhi kebutuhan pribadi secara wajar
Tujuan ini tidak dimaksudkan untuk menumbuhkan sikap self interest, karena yang menjadi konsep dasarnya adalah pemenuhan kebutuhan secara wajar, tidak berlebihan tetapi tidak kurang. Pemenuhan keperluan secara wajar juga tidak berarti produksi hanya untuk mencukupi diri sendiri, lebih baik jika produksi melebihi keperluan pribadi, sehingga bisa dimanfaatkan oleh orang lain.
b. Memenuhi kebutuhan masyarakat
Tujuan ini berarti bahwa produsen harus proaktif dalam menyediakan komoditi-komoditi yang menjadi kebutuhan masyarakat, dan terus menerus berupaya memberikan produk terbaik, sehingga terjadi peningkatan dalam kuantitas dan kualitas barang yang dihasilkan.
c. Keperluan masa depan
Berorientasi ke masa depan berarti produsen harus terus menerus berupaya meningkatkan kualitas barang yang dihasilkan, melalui serangkaian proses riset dan pengembangan dan berkreasi untuk menciptakan barang-barang baru yang lebih menarik dan diminati masyarakat.
d. Keperluan generasi yang akan datang
Islam menganjurkan umatnya untuk memperhatikan keperluan generasi yang akan datang. Produksi dilakukan tidak boleh mengganggu keberlanjutan hidup generasi yang akan datang, pemanfaatan input di masa sekarang tidak boleh menyebabkan generasi yang akan datang kesulitan dalam mengakses sumber tersebut, produksi yang dilakukan saat ini memiliki kaitan yang erat dengan kemampuan produksi di masa depan.
e. Keperluan sosial dan infak di jalan Allah
Ini merupakan insentif utama bagi produsen untuk menghasilkan tingkat output yang lebih tinggi, yaitu memenuhi tanggung jawab sosial terhadap masyarakat. Walaupun keperluan pribadi, masyarakat, keperluan generasi sekarang dan generasi yang akan datang telah terpenuhi, produsen tidak harus bermalas-malasan dan berhenti berinovasi. Tetapi sebaliknya, produsen harus memproduksi lebih banyak lagi supaya dapat diberikan kepada masyarakat dalam bentuk zakat, sedekah, infak, dan lain sebagainya.

3)      Teori Biaya Produksi

Biaya dalam pengertian produksi ialah semua beban yang harus ditanggung oleh produsen untuk menghasilkan suatu produksi. Biaya produksi adalah semua pengeluaran yang dilakukan oleh perusahaan untuk memperoleh faktor-faktor produksi dan bahan-bahan mentah yang akan digunakan untuk menciptakan barang-barang yang diproduksikan perusahaan tersebut.Untuk menghasilkan barang atau jasa, diperlukan faktor-faktor produksi sepertibahan baku, tenaga kerja, modal, dan keahlian pengusaha. Semua faktor-faktor produksi yang dipakai merupakan pengorbanan dari proses produksi dan berfungsi sebagai ukuran untuk menentukan harga pokok barang.

4)      Jangka Waktu Produksi

Ada dua macam jangka waktu, yaitu jangka panjang dan jangka pendek. Pengertian jangka pendek disini adalah jangka waktu dimana sebagian faktor produksi tidak dapat ditambah jumlahnya, sedangkan jangka panjang yaitu  jangka waktu di mana semua faktor produksi dapat mengalami perubahan.

Contoh kasus, penulis memberikan perbandingan, tentang suatu perusahaan roti dengan perusahaan pengangkutan udara. Aktivitas produksi industri perusahaan roti tergolong pada jangka waktu pendek. Karena nilai guna dari faktor produksi dianggap tetap jumlahnya, misalnya kisaran dua atau tiga tahun. Sedangkan, aktivitas produksi perusahaan pengangkutan udara, termasuk dalam kategori jangka waktu panjang. Sebab, setiap faktor produksi dapat mengalami perubahan. Seperti jumlah alat-alat produksi ditambah, penggunaan mesin-mesin dapat dirombak dan dapat ditingkatkan efisiensinya.[4]

B.     DISTRIBUSI

1)      Definisi Distribusi

Dalam usaha untuk memperlancar arus barang atau jasa dari produsen ke konsumen, maka salah satu faktor penting yang tidak boleh diabaikan adalah memilih secara tepat saluran distribusi (channel of distribution) yang akan digunakan dalam rangka usaha penyaluran barang-barang atau jasa-jasa dari produsen ke konsumen.             

Distribusi secara bahasa artinya penyaluran (pembagian atau pengiriman) kepada beberapa orang atau ke beberapa tempat.[5] Adapun secara istilah distribusi adalah kegiatan ekonomi yang menjembatani kegiatan produksi dan konsumsi. Berkat distribusi barang dan jasa dapat sampai ke tangan konsumen. Dengan demikian kegunaan dari barang dan jasa akan lebih meningkat setelah dapat dikonsumsi, sehingga penggunaannya sesuai dengan yang diperlukan (jenis, jumlah, harga, tempat, dan saat dibutuhkan). Kegiatan distribusi akan berjalan dengan lancar jika ditunjang oleh saluran distribusi yang tepat.

Saluran distribusi merupakan lembaga-lembaga atau badan yang memasarkan barang atau jasa yang dihasilkan oleh produsen. Lembaga-lembaga atau badan tersebut antara lain pedagang, distributor, agen, makelar, pengecer dan lain-lain. Tujuan dari saluran distribusi adalah untuk mencapai pasar-pasar tertentu. Dengan demikian pasar merupakan tujuan akhir dari kegiatan saluran. Saluran distribusi melaksanakan dua kegiatan untuk mencapai tujuan, yaitu mengadakan penggolongan dan mendistribusikannya. Prinsip ekonomi dalam kegiatan distribusi adalah upaya menyampaikan barang dan jasa dari produsen ke konsumen dalam jumlah, mutu, dan waktu yang tepat dengan biaya tertentu. Penerapan prinsip ekonomi dalam kegiatan distribusi adalah sebagai berikut:
a.        Menyalurkan barang dengan tepat waktu.
b.       Menggunakan sarana distribusi yang murah.
c.        MemiIih lokasi perusahaan di antara produsen dan konsumen.
d.       Meningkatkan mutu pelayanan.
e.        Membeli barang pada produsen yang tepat.[6]

2)      Tujuan dan Fungsi Distribusi

Tujuan kegiatan distribusi yang dilakukan oleh individu atau lembaga ialah sebagai berikut:
a.       Menyampaikan barang atau jasa dari produsen kepada konsumen. Barang atau jasa produksi tidak akan ada artinya bila tetap berada di tempat produsen. Barang atau jasa tersebut akan bermanfaat bagi konsumen yang membutuhkan setelah ada kegiatan distribusi.
b.      Mempercepat sampainya hasil produsen kepada konsumen. Tidak semua barang atau jasa yang dibutuhkan konsumen dapat dibeli secara langsung dari produsen. Ada barang barang atau jasa jasa tertentu yang memerlukan kegiatan penyaluran atau distribusi dari produsen ke konsumen agar konsumen mudah untuk mendapatkanya.
c.       Tercapainya pemerataan produksi.
d.      Menjaga kesinambungan produksi. Produsen atau perusahaan membuat barang dengan tujuan dijual untuk memperoleh keuntungan. Dari hasil penjualan tersebut dapat digunakan untuk melakukan proses produksi kembali sehingga kelangsungan hidup perusahaan tetap terjamin.
e.       Memperbesar dan meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi.
f.       Meningkatnya nilai guna barang atau jasa.

Adapun fungsi utama distribusi adalah:
a.       Pengangkutan (Transportasi)
b.      Penjualan (Selling)
c.       Pembelian (Buying)
d.      Penyimpanan (Stooring)
e.       Pembakuan Standar Kualitas Barang
f.       Penanggung Risiko[7]

3)      Macam-macam Distribusi

Distribusi dibagi menjadi 3, yaitu:
a.       Distribusi langsung (jangka panjang)
Sistem distribusi atau kegiatan menyalurkan barang yang tidak menggunakan saluran distribusi. Jadi, produsen langsung berhubungan dengan pembeli atau konsumen. Contohnya: Penyaluran hasil pertanian oleh petani ke pasar langsung.
b.      Distribusi semi langsung
Penyampaian barang dari produsen kepada konsumen melalui perantara tetapi perantara masih milik produsen sendiri. Menjual barang hasil produksinya melalui toko milik produsen sendiri.
c.       Distribusi tidak langsung
Kegiatan menyalurkan barang dan jasa melalui pihak-pihak lain atau badan perantara seperti agen, makelar, toko atau pedagang eceran.

Berikut adalah cara-cara menyalurkan barang atau jasa:
a.       Penyaluran barang atau jasa melalui pedagang.
b.      Penyalur barang atau jasa melalui koperasi.
c.       Penyaluran barang atau jasa melalui toko milik produsen sendiri.
d.      Penyaluran barang atau jasa melalui penjualan dari rumah ke rumah.
e.       Penyaluran barang atau jasa melalui penjualan di tempat tertentu yang ditetapkan pemerintah.

Faktor yang mempengaruhi produsen memilih dan menentukan saluran distribusi, yakni:
a.       Sifat barang dan jasa yang diperjualkan.
b.      Daerah penjualan.
c.       Modal yang disediakan, yang terkait dengan hak dan kewajiban dalam perjualan barang.
d.      Alat komunikasi.
e.       Biaya angkutan.
f.       Keuntungan.[8]

4)      Distribusi dalam Islam

Diakui bahwa distribusi merupakan bagian terpenting dalam ekonomi. Sebab itu menurut Qardhawi[9], di antara penulis ekonomi Islam berpendapat bahwa distribusi merupakan hal pokok yang harus di perhatikan. Sistem ekonomi yang berbasis Islam menghendaki bahwa dalam hal pendistribusian harus berdasarkan dua sendi, yaitu sendi kebebasan dan keadilan kepemilikan.

Kebebasan di sini adalah kebebasan dalam bertindak yang dibingkai oleh nilai-nilai agama dan keadilan tidak seperti pemahaman kaum kapitalis yang menyatakannya sebagai tindakan membebaskan manusia untuk berbuat dan bertindak tanpa campur tangan pihak mana pun, tetapi sebagai keseimbangan antara individu dengan unsur materi dan spiritual yang dimilikinya. Keseimbangan antara individu dan masyarakat serta antara suatu masyarakat dengan masyarakat lainnya.

Keberadilan dalam pendistribusian ini tercermin dari larangan dalam Alquran agar harta kekayaan tidak diperbolehkan menjadi barang dagangan yang hanya beredar diantara orang-orang kaya saja, akan tetapi diharapkan dapat memberi kontribusi kepada kesejahteraan masyarakat sebagai suatu keseluruhan (59:7). Menurut Yusuf Qardhawi ada empat aspek terkait keadilan distribusi, yaitu:
a.       Gaji yang setara bagi para pekerja.
b.      Profit atau keuntungan untuk pihak yang menjalankan usaha atau yang melakukan perdagangan melalui mekanisme mudharabah maupun musyarakah.
c.       Biaya sewa tanah serta alat produksi lainnya.
d.      Tanggung jawab pemerintah terkait dengan peraturan dan kebijakannya.[10]

5)      Prinsip dan Tujuan Distribusi

Islam sangat mendukung pertukaran barang dan menganggapnya produktif dan mendukung para pedagang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian dari karunia Allah Swt., dan membolehkan orang memiliki modal untuk berdagang, tapi ia tetap berusaha agar pertukaran barang itu berjalan atas prinsip-prinsip sebagai berikut:
a.       Tetap mengumpulkan antara kepentingan individu dan kepentingan masyarakat.
b.      Antara dua penyelenggara muamalat tetap ada keadilan dan harus tetap ada kebebasan ijab kabul dalam akad-akad.
c.       Tetap berpengaruhnya rasa cinta dan lemah lembut.
d.      Jelas dan jauh dari perselisihan.

Adapun tujuan distribusi dalam ekonomi Islam adalah:
a.       Tujuan dakwah
      Dalam hal ini dakwah kepada Islam dan menyatukan hati kepadanya.
b.      Tujuan pendidikan
      Tujuan pendidikan dalam distribusi adalah seperti dalam surat at-Taubah ayat 103 yang bermaksud menjadikan insan yang berakhlak karimah.
c.       Tujuan sosial
      Memenuhi kebutuhan masyarakat serta keadilan dalam distribusi sehingga tidak terjadi kerusuhan dan perkelahian.
d.      Tujuan ekonomi
      Pengembangan harta dan pembersihannya, memberdayakan SDM, kesejahteraan ekonomi dan penggunaan terbaik dalam menempatkan sesuatu.

6)      Etika distribusi dalam ekonomi Islam

a.       Selalu menghiasi amal dengan niat ibadah dan ikhlas.
b.      Transparan dan kondisi barangnya halal serta tidak membahayakan.
c.       Adil dan tidak mengerjakan hal-hal yang dilarang dalam Islam.
d.      Tolong menolong, toleransi dan sedekah.
e.       Tidak melakukan pameran barang yang menimbulkan persepsi.
f.       Tidak pernah lalai ibadah karena kegiatan distribusi.
g.      Larangan ihtikar. Ihtikar dilarang karena akan menyebabkan kenaikan harga.
h.      Mencari keuntungan yang wajar. Maksudnya kita dilarang mencari keuntungan yang semaksimal mugkin yang biasanya hanya mementingkan pribadi sendiri tanpa memikirkan orang lain.
i.        Distribusi kekayaan yang meluas. Islam mencegah penumpukan kekayaan pada kelompok kecil dan menganjurkan distribusi kekayaan kepada seluruh lapisan masyarakat.
j.        Kesamaan sosial. Maksudnya dalam pendistribusian tidak ada diskriminasi atau kasta-kasta, semuanya sama dalam mendapatkan ekonomi.[11]

C.    KONSUMSI

Dalam bukunya, Agama, Etika dan Ekonomi, Dr. H. Muhammad Djakfar, SH., M.Ag menuturkan alasan logis mengapa Yusuf Qardhawi menempatkan implementasi konsumsi rabbani setelah menjelaskan aktivitas produksi. Menurutnya, proses pemenuhan kebutuhan baru dapat dinikmati hasilnya setelah melalui proses produksi dan distribusi. itulah alasan mengapa penulis memilih menempatkan penjelasan mengenai konsumsi pada urutan terakhir, didahului oleh dua aktivitas ekonomi lainnya yaitu produksi dan distribusi

1)      Definisi Konsumsi

Pada prinsipnya, konsumsi adalah proses menghabiskan nilai guna suatu barang atau jasa. Konsumsi berasal dari bahasa Inggris ‘Consumption’ yang dapat diartikan sebagai  tindakan untuk mengurangi atau menghabiskan nilai guna ekonomi suatu benda. Sedangkan Graham Bannock[12] dalam bukunya Economics mengartikan konsumsi sebagai pengeluaran total untuk memperoleh barang dan jasa dalam jangka waktu tertentu (dalam satu tahun) pengeluaran.

Konsumsi dalam artian sempit dapat diartikan sebagai pembelanjaan atas barang-barang dan jasa-jasa yang dilakukan oleh rumah tangga dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dari orang yang melakukan pembelanjaan tersebut. Dalam arti kata, konsumsi mutlak ada agar manusia dapat memperoleh kepuasan hidup.

Dalam aplikasinya, definisi konsumsi tersebut dapat diurai secara lebih eksplisit sebagai pembelanjaan atas barang atau jasa, baik itu dilakukan oleh rumah tangga, atau dalam skala lebih besar semisal belanja perusahaan ataupun negara. Karena aktivitas konsumsi tidak hanya terbatas pada belanja rumah tangga (household) saja melainkan termasuk di dalamnya konsumsi perusahaan (business), bahkan konsumsi pemerintah (government consumption).

2)      Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsumsi

Secara umum, tingginya tingkat konsumsi dapat dipengaruhi oleh dua faktor:
a)   Faktor Ekonomi.
Faktor ini muncul disebabkan pola interaksi ekonomi tiap konsumen, seperti:
·   Besarnya pendapatan individu konsumen.
·   Kekayaan.
·   Tingkat harga barang.
·   Tingkat ketersediaan barang di pasar.
·   Tingkat bunga suatu barang.
·   Selera dan tingkat kebutuhan barang.
·   Serta kemampuan masyarakat dalam menyediakan barang dan jasa.

b)            Faktor demografi
·               Jumlah penduduk
·               Komposisi penduduk

3)      Teori Konsumsi Menurut Para Ahli

Teori konsumsi menurut Herman Heinrich Gossen[13]
Teori ini berangkat dari analisa Gossen terhadap kecenderungan orang dalam melakukan proses konsumsi. Kecenderungan itu berupa:
1.      Kecendrungan seseorang melakukan konsumsi dengan menitikberatkan pada pemenuhan satu kebutuhan tertentu hingga mencapai tingkat kepuasan yang tinggi, sedangkan kebutuhan yang lain kurang diperhatikan sehingga tingkat kepuasannya rendah. Kecenderungan itu menghasilkan jenis konsumsi vertikal.
2.      Kecenderungan seseorang melakukan konsumsi dengan memperhatikan berbagai macam kebutuhannya dan berusaha mencapai tingkat kepuasannya yang mendekati sama dari berbagai macam pemenuhan tersebut. Konsumsi jenis ini merupakan konsumsi horizontal.

Konsumsi yang bersifat vertikal kemudian melahirkan Hukum Gossen I yang berbunyi: “Jika pemenuhan satu kebutuhan dilakukan secara terus menerus, tingkat kenikmatan atas pemenuhan itu semakin lama akan semakin berkurang hingga akhirnya mencapai titik kepuasan tertentu.”

Sedangkan konsumsi yang bersifat horizontal melahirkan Hukum Gossen II yang berbunyi: “Pada dasarnya, manusia cenderung memenuhi berbagai macam kebutuhannya sampai pada tingkat inensitas atau kepuasan yang sama.”[14]

4)      Kebutuhan dan Jenisnya

Aktivitas konsumsi terkait erat dengan proses pemenuhan kebutuhan. Agar dapat terpenuhi dengan baik tentu ada aturan, prinsip serta batasan-batasan Islam yang menyertainya. Namun, sebelum membahas implementasi konsumsi dalam perspektif Islam, penulis terlebih dahulu akan memapaparkan secara singkat klasifikasi jenis-jenis kebutuhan, mengingat beragamnya kebutuhan manusia yang mengakibatkan beragamnya cara serta aturan pemenuhan kebutuhan tersebut. Berikut jenis-jenis kebutuhan:

a.       Kebutuhan menurut waktu pemenuhannya berupa kebutuhan sekarang dan kebutuhan di masa yang akan datang.
b.      Kebutuhan ditinjau dari sifatnya berupa kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani.
c.       Kebutuhan dilihat dari subjek yang membutuhkan berupa kebutuhan individual dan kelompok.
d.      Kebutuhan berdasarkan urgensi pemenuhannya seperti kebutuhan primer, sekunder dan tersier.

5)      Konsumsi dalam Islam

Islam sebagai agama yang komprehensif telah mengatur segala hal terkait kemaslahatan manusia, termasuk di dalamnya pola serta aturan interaksi ekonomi, mulai dari produksi, distribusi serta konsumsi. Sebab dalam ajaran Islam, seorang muslim harus mempertanggungjawabkan tentang hartanya, dari mana ia mendapatkannya, selanjutnya untuk apa harta itu dibelanjakan.[15]

Dimintanya pertanggungjawaban kita dalam aktivitas ekonomi inilah yang kemudian mendorong ulama-ulama kontemporer menjelaskan aturan-aturan terkait aktivitas ekonomi. Aturan konsumsi antar tiap ulama tentu memiliki batasan-batasan berbeda, tergantung dari aspek apa mereka memandangnya.

Seperti Rafiq Yunus al-Mishri dalam bukunya Ushul al-Iqtishad al-Islami yang menjelaskan aturan-aturan konsumsi dengan menitikberatkan pada skala prioritas, seperti:
a.       Seorang hendaknya memenuhi kebutuhan pribadinya terlebih dahulu, baru memenuhi kebutuhan keluarga dan kerabat-kerabatnya. Prioritas pemenuhan jenis ini adalah untuk kebutuhan dilihat dari segi subjek yang membutuhkan.

Rasulullah Saw. bersabda, “Mulailah berinfak untuk dirimu. Jika berlebih maka berikanlah untuk keluargamu. Jika cukup untuk keluargamu tapi masih berlebih maka berikanlah pada kerabatmu. Jika masih berlebih maka seterusnya dan seterusnya.” (HR. Muslim)

b.      Seorang konsumen muslim hendaknya memenuhi kebutuhan primernya terlebih dahulu, baru kemudian memenuhi kebutuhan sekunder dan tersier. Pemenuhan kebutuhan jenis ini ditinjau dari urgensi pemenuhan.

Rafiq juga menegaskan pentingnya mendahulukan belanja harta untuk sebuah proyek yang kekal pahalanya di dunia serta akhirat, seperti wakaf, karena pahalanya lebih besar daripada sekedar sedekah.[16]

Selain dua poin di atas, Rafiq menambahkan prinsip Islam dalam mengatur aktivitas konsumsi manusia seperti:
a.       Tidak boleh memenuhi ketiga kebutuhan itu dengan sesuatu yang diharamkan baik dalam pemenuhan kebutuhan primer, sekunder atau tersier. Larangan ini diatur tegas dalam Alquran berupa larangan melampaui batas. Allah Swt. berfirman,Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (QS. al-Maidah: 87)
b.      Islam telah mengatur batas ideal dalam konsumsi, serta melarang berlebihan di dalamnya. Allah Swt. berfirman, “Makan dan minumlah. Dan janganlah berlebihan. Sesungguhnya Allah Swt. tidak menyukai orang-orang yang berlebihan. (QS. Al-A’raf: 31)

Sedangkan Qardhawi dalam karyanya Daur al-Qiyam wa al-Akhlaq fi al-Iqtishadi al-Islami,  merincikan aturan konsumsi sebagai berikut,
a.       Hendaknya pembelanjaan dilakukan pada hal-hal yang baik.
b.      Tidak bakhil.
c.       Menghindari sifat bermegah-megahan.
d.      Mewajibkan pemilik harta untuk menafkahkan sebagian hartanya untuk diri, keluarga dan di jalan Allah.
e.       Mengharamkan sifat kikir.
f.       Mengharamkan pemborosan dan penghamburan harta.

Prinsip konsumsi dari kedua ulama di atas memiliki banyak arsir dan kesamaan, meski menggunakan istilah yang berbeda dalam menjelaskan aturan-aturan konsumsi, seperti larangan menggunakan harta secara berlebih-lebihan dan pengharaman boros serta menghamburkan harta, semuanya memiliki kandungan makna yang sama, sekaligus merupakan hal tercela dalam Islam.
Batasan paling rinci dan sistematis dalam konsumsi juga dapat dilihat dari pemaparan Arif Pujiyono dalam tulisannya Teori Ekonomi Islam. Prinsip-prinsip tersebut adalah:
a.       Prinsip syariah, yaitu menyangkut dasar syariat yang harus terpenuhi dalam melakukan konsumsi di mana terdiri dari prinsip akidah, ilmu dan amaliah.
b.      Prinsip kuantitas, yaitu sesuai dengan batas-batas kuantitas yang telah dijelaskan dalam syariat islam, di antaranya sederhana, sesuai antara pemasukan dan pengeluaran, menabung dan investasi. Dalam bukunya al Muqaddimah fi al Mal wa al Iqtishad wa al Milkiyah wa al Aqd, Prof.  DR. Ali Muhyi ad-Din menggunakan istilah seimbang untuk menegaskan makna sederhana dalam konsumsi . Beliau juga menyertakan dalil yang menguatkan aturan tersebut di antaranya  firman Allah Swt. “Dan (termasuk hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih) orang-orang yang apabila menginfakkan harta, mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, di antara keduanya secara wajar.” (QS. Al-Furqan: 67)
c.       Prinsip prioritas, di mana memperhatikan urutan kepentingan yang harus diprioritaskan agar tidak terjadi kemudharatan, yaitu kebutuhan primer, sekunder dan tersier.
d.      Prinsip sosial, yaitu memperhatikan lingkungan sosial di sekitarnya sehingga tercipta keharmonisan hidup dalam masyarakat, di antaranya: kepentingan umat, keteladanan, tidak membahayakan orang, sesuai dengan kaidah dan potensi sumber daya alam.
Begitulah Islam mengatur konsumsi secara rinci aturan konsumsi melalui dalil-dalil syar’i. Aturan ini yang nantinya akan membedakan seorang konsumen dengan yang lainnya. Karena bagi seorang muslim tujuan konsumsi bukan sekedar pemenuhan kebutuhan dan pemuas hidup belaka, melainkan menjadi sarana ketaatan dan mendekatkan diri kepada Allah Swt. Mengonsumsi sesuai dengan aturan syariat juga merupakan realisasi sukur kita atas nikmat yang tersedia. Wallahu Ta’ala a’lam bisshawab.

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Dari uraian makalah di atas, dapat Penulis simpulkan bahwa:
1.      Produksi, distribusi dan konsumsi mutlak ada dalam lingkar aktivitas ekonomi.
2.      Produksi, distribusi dan konsumsi berperan penting dalam memenuhi kebutuhan manusia sebagai makhluk ekonomi.
3.      Produksi, distribusi dan konsumsi dalam ekonomi mempunyai tujuan yang muaranya sama: memenuhi kebutuhan dan memberi kepuasan. Sementara jika ditinjau dari kacamata Islam maka ketiga aktivitas tersebut bukan sekedar dalam rangka pemenuhan kebutuhan dan berlangsungnya siklus ekonomi, melainkan juga menjadi sarana ketaatan pada Allah Swt.

Demikian kesimpulan yang dapat Penulis sampaikan melalui makalah sederhana ini. Penulis sangat berharap agar pembaca dapat mengambil semua manfaat yang terkandung dalam makalah ini. 



by: Forum Kajian Pakeis, Cairo - Mesir

[1] Makalah ini disampaikan pada Kajian Mingguan PAKEIS di Wisma Nusantara, Selasa, 24 Februari 2015.
[2] http://id.wikipedia.org/wiki/Produksi, diakses pada pukul 15.30, hari Jumat , 20 Februari 2015.


[3] Muhammad Djakfar, Agama, Etika, dan Ekonomi, UIN Malang Press, Malang, cet.I, 2007, hal. 109.
[4] http://www.academia.edu/4813852/teori_produksi_jangka_pendek_dan_jangka_panjang, diakses pada pukul 17.25, hari Jumat, 20 Februari 2015
[5] http://artikata.com/arti-325453-distribusi.html, diakses pada pukul 16.30, hari Jumat, 20 Februari 2015.
[6] http://www.pengertianahli.com/2014/08/prinsip-prinsip-ekonomi.html, diakses pada pukul 16.35, hari Jumat, 20 februari 2015.
[7] http://www.gerbangilmu.com/2014/08/pengertian-dan-tujuan-kegiatan.html, diakses pada pukul 16.45, hari Jumat, 20 Februari 2015. 

[8] http://alief-sucia.blogspot.com/2014/06/macam-macam-distribusi-serta-kelebihan.html, diakses  pada pukul  17.10, hari jumat, 20 Februari 2015.
[9] Cendikiawan muslim kontemporer sekaligus aktivis dakwah dan gerakan Islam, yang banyak memberikan sumbangsih dalam Ekonomi Islam melalui karya tulisnya. Terlahir di Mesir 9 September 1926.
[10] Yusuf al-Qardhawi, Daur al-Qiyam wa al-Akhlak fi al-Iqtishadi al-Islam, Maktabah Wahbah, Kairo, 1995, hal. 31.

[11] http://ifahhasifahgaleri.blogspot.com/2013/06/distribusi-dalam-ekonomi-islam.html, diakses pada pukul 13.33, hari Sabtu,   21 Februari 2015.
[12]  Penulis asal Inggris yang sudah menerbitkan banyak karya tulis mengenai bisnis dan ekonomi.
[13] Orang yang pertama kali memperkenalkan hukum tambahan utilitas yang semakin berkurang.
[14] http://gioakram13.blogspot.com/2013/04/pengertian-konsumsi.html#ixzz3SIffiv00, diakses pada pukul 17.44, hari Jumat, 20 Februari 2015.
[15] Muhammad Djakfar, Agama, Etika, dan Ekonomi Wacana Menuju Pengembangan Ekonomi Rabbaniyah. Penerbit: UIN-Malang Press, September 2007
[16] Dr. Rafiq Yunus al-Mishri, Ushul al-Iqtishad al-Islami, Dar al-Qalam, Damaskus, cet. VI, 2012, hal. 182.

No comments:

Post a Comment

Terima kasih sudah membaca blog saya, semoga bermanfaat