BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak pernah
luput dari masalah ekonomi. Ekonomi merupakan salah satu ilmu sosial yang
mempelajari tingkah laku manusia dan aktivitas manusia
yang tak akan pernah lepas dengan aktivitas produksi, distribusi dan konsumsi.
Demi menjamin kesejahteraan masyarakat, maka diperlukanlah aturan-aturan yang
berkaitan dengan ketiga aktivitas ekonomi tersebut. dengan aturan dan
batasan-batasan ini diharapkan pelaku ekonomi mampu mencapai tujuannya. Karena
jika aktivitas itu terjalankan tanpa ada aturan yang
mengikatnya tentu akan terjadi kekacauan, terlebih karena fitrah manusia
terlahir dengan nafsu dan keinginan yang tak aka nada habisnya. Keinginan yang
tak berujung ini yang terkadang menyebabkan manusia merampas hak orang lain
serta lupa dengan kewajibannya sebagai makhluk sosial. Untuk itulah diperlukan pemahaman yang utuh mengenai ketiga aktivitas
utama ekonomi, definisinya, prinsip, tujuan, fungsi serta aturan-aturan
yang mengikatnya.
2. Rumusan Masalah
Untuk mengetahui segala hal yang terkait dengan ketiga
hal mendasar terkait aktivitas ekonomi, didapatkan beberapa masalah utama yang
menjadi poin dalam pembahasan kali ini:
1.
Apa definisi dari produksi, distribusi dan konsumsi?
2.
Apa prinsip utama dari teori produksi, distribusi dan konsumsi?
3.
Apa tujuan dan fungsi dari produksi, distribusi dan konsumsi?
4.
Bagaimana konsep produksi, distribusi dan konsumsi dalam pandangan
Islam?
3. Tujuan Penulis
1. Mengetahui pengertian dari teori produksi, distribusi
dan konsumsi.
2. Mengetahui prinsip teori produksi, distribusi dan
konsumsi.
3. Memahami tujuan dan fungsi dari teori produksi,
distribusi dan konsumsi.
4. Memahami definisi, prinsip dan tujuan teori produksi,
distribusi dan konsumsi dalam pandangan Islam.
4. Metode Penulisan
Penulis menggunakan metode
studi pustaka, yaitu dengan mengumpulkan beberapa referensi yang berkaitan,
baik yang diambil dari buku maupun internet sebagai sumber penulisan makalah,
agar pembaca dapat mengetahui berbagai hal terkait produksi, distribusi dan
konsumsi dan mengetahui implementasi rabbani dari ketiga aktivitas
ekonomi tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
TEORI
PRODUKSI DISTRIBUSI dan KONSUMSI[1]
A. PRODUKSI
1) Definisi Produksi
Produksi
merupakan suatu kegiatan yang dikerjakan untuk
menambah nilai guna suatu benda atau menciptakan benda baru sehingga lebih
bermanfaat dalam memenuhi kebutuhan. Kegiatan
menambah daya guna suatu benda tanpa mengubah bentuknya dinamakan produksi jasa.
Sedangkan kegiatan menambah daya guna suatu
benda dengan mengubah sifat dan bentuknya dinamakan produksi barang.[2]
Produksi, menurut G.L.S. Shackle
dalam bukunya, Economics for Pleasure, adalah
suatu macam operasi atau proses, yang dapat membantu untuk membawa kepada suatu
kondisi, tempat atau waktu atas apa yang mereka inginkan.
Produksi dari segi pandang islami,
suatu aktivitas atau pekerjaan yang berkaitan
dengan pengambilan manfaat atas segala partikel di alam semesta ini, agar dapat
memenuhi kebutuhan diri sendiri pada khususnya dan kebutuhan umat pada umumnya.
Dr. Muhammad Rawwas Qalahji memberikan
padangan kata “produksi” dalam bahasa Arab
dengan kata al-intaj yang secara harfiyah dimaknai dengan ijadu sil’atin (mewujudkan atau mengadakan
sesuatu) atau khidmatu mu’ayyanatin bi
istikhdami muzayyajin min ‘anashir al-intaj
dhamina itharu zamanin muhaddadin (pelayanan
jasa yang jelas dengan menuntut adanya bantuan penggabungan unsur-unsur
produksi yang terbingkai dalam waktu yang terbatas).
Dari
beberapa pendapat di atas, penulis menarik kesimpulan,
bahwa produksi adalah suatu kegiatan atas tujuan
tertentu, yang dapat menghasilkan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan hidup dan
memberi dampak atau manfaat bagi diri sendiri dan juga bagi orang lain.
Seyogyanya
sebagai seorang muslim, ada batasan-batasan yang harus
diperhatikan dalam melakukan suatu produksi. Diantaranya, hendaknya proses tersebut dilakukan dengan baik dan sempurna (ihsan),
meluruskan niat, profesional, istiqomah dan
harus menghargai waktu.[3]
2) Tujuan Produksi
a.
Memenuhi kebutuhan pribadi secara wajar
Tujuan ini tidak dimaksudkan untuk menumbuhkan sikap self
interest, karena yang menjadi konsep dasarnya adalah pemenuhan kebutuhan secara wajar, tidak berlebihan tetapi tidak
kurang. Pemenuhan keperluan secara wajar juga tidak berarti produksi
hanya untuk mencukupi diri sendiri, lebih baik jika produksi melebihi keperluan
pribadi, sehingga bisa dimanfaatkan oleh orang lain.
b.
Memenuhi kebutuhan masyarakat
Tujuan
ini berarti bahwa produsen harus proaktif dalam menyediakan
komoditi-komoditi yang menjadi kebutuhan masyarakat, dan terus menerus
berupaya memberikan produk terbaik, sehingga terjadi
peningkatan dalam kuantitas dan kualitas barang yang dihasilkan.
c.
Keperluan masa depan
Berorientasi ke masa depan berarti
produsen harus terus menerus berupaya meningkatkan
kualitas barang yang dihasilkan, melalui serangkaian
proses riset dan pengembangan dan berkreasi untuk menciptakan
barang-barang baru yang lebih menarik dan diminati masyarakat.
d.
Keperluan generasi yang akan datang
Islam
menganjurkan umatnya untuk memperhatikan keperluan generasi yang akan datang. Produksi dilakukan tidak boleh mengganggu keberlanjutan
hidup generasi yang akan datang, pemanfaatan input di masa sekarang
tidak boleh menyebabkan generasi yang akan datang kesulitan dalam mengakses
sumber tersebut, produksi yang dilakukan saat ini memiliki kaitan yang erat
dengan kemampuan produksi di masa depan.
e.
Keperluan sosial dan infak di jalan Allah
Ini
merupakan insentif utama bagi produsen untuk menghasilkan
tingkat output yang lebih tinggi, yaitu memenuhi
tanggung jawab sosial terhadap masyarakat. Walaupun keperluan pribadi,
masyarakat, keperluan generasi sekarang dan generasi yang akan datang telah
terpenuhi, produsen tidak harus bermalas-malasan dan berhenti berinovasi.
Tetapi sebaliknya, produsen harus memproduksi lebih banyak lagi supaya dapat
diberikan kepada masyarakat dalam bentuk zakat, sedekah, infak, dan lain
sebagainya.
3) Teori Biaya Produksi
Biaya
dalam pengertian produksi
ialah semua beban yang harus ditanggung oleh produsen untuk menghasilkan suatu
produksi. Biaya produksi adalah semua pengeluaran
yang dilakukan oleh perusahaan untuk memperoleh faktor-faktor produksi dan bahan-bahan
mentah yang akan digunakan untuk menciptakan barang-barang yang diproduksikan
perusahaan tersebut.Untuk menghasilkan barang atau jasa, diperlukan
faktor-faktor produksi sepertibahan baku, tenaga kerja, modal, dan keahlian
pengusaha. Semua faktor-faktor produksi yang dipakai merupakan pengorbanan dari
proses produksi dan berfungsi sebagai ukuran untuk menentukan harga pokok
barang.
4) Jangka Waktu Produksi
Ada
dua macam jangka waktu, yaitu jangka panjang dan jangka pendek. Pengertian jangka pendek disini adalah jangka waktu dimana sebagian faktor produksi tidak dapat
ditambah jumlahnya, sedangkan jangka panjang
yaitu jangka waktu di mana semua faktor produksi
dapat mengalami perubahan.
Contoh
kasus, penulis memberikan perbandingan, tentang suatu perusahaan
roti dengan perusahaan pengangkutan udara. Aktivitas produksi industri perusahaan roti tergolong pada jangka waktu
pendek. Karena nilai guna dari faktor produksi dianggap tetap jumlahnya,
misalnya kisaran dua atau tiga tahun. Sedangkan, aktivitas
produksi perusahaan pengangkutan udara, termasuk dalam kategori jangka
waktu panjang. Sebab, setiap faktor produksi dapat
mengalami perubahan. Seperti jumlah alat-alat produksi ditambah,
penggunaan mesin-mesin dapat dirombak dan dapat ditingkatkan efisiensinya.[4]
B. DISTRIBUSI
1) Definisi Distribusi
Dalam usaha untuk memperlancar arus barang atau jasa
dari produsen ke konsumen, maka salah satu faktor penting yang tidak boleh
diabaikan adalah memilih secara tepat saluran distribusi (channel of
distribution) yang akan digunakan dalam rangka usaha penyaluran
barang-barang atau jasa-jasa dari produsen ke konsumen.
Distribusi secara bahasa artinya penyaluran
(pembagian atau pengiriman) kepada
beberapa orang atau ke beberapa tempat.[5] Adapun secara istilah
distribusi adalah kegiatan ekonomi yang
menjembatani kegiatan produksi dan konsumsi. Berkat distribusi barang
dan jasa dapat sampai ke tangan konsumen. Dengan demikian kegunaan dari barang
dan jasa akan lebih meningkat setelah dapat dikonsumsi,
sehingga penggunaannya sesuai dengan yang diperlukan (jenis, jumlah, harga,
tempat, dan saat dibutuhkan). Kegiatan
distribusi akan berjalan dengan lancar jika ditunjang oleh saluran distribusi
yang tepat.
Saluran distribusi merupakan lembaga-lembaga
atau badan yang memasarkan barang atau jasa yang dihasilkan oleh produsen. Lembaga-lembaga atau badan tersebut antara lain
pedagang, distributor, agen, makelar, pengecer dan lain-lain. Tujuan dari
saluran distribusi adalah untuk mencapai pasar-pasar tertentu. Dengan demikian pasar merupakan tujuan akhir dari kegiatan saluran.
Saluran distribusi melaksanakan dua kegiatan
untuk mencapai tujuan, yaitu mengadakan
penggolongan dan mendistribusikannya. Prinsip
ekonomi dalam kegiatan distribusi adalah upaya menyampaikan barang dan jasa dari produsen ke konsumen dalam
jumlah, mutu, dan waktu yang tepat dengan biaya tertentu.
Penerapan prinsip ekonomi dalam kegiatan distribusi
adalah sebagai berikut:
a.
Menyalurkan barang dengan tepat waktu.
b. Menggunakan
sarana distribusi yang murah.
c.
MemiIih lokasi perusahaan di antara produsen dan konsumen.
d. Meningkatkan
mutu pelayanan.
2) Tujuan dan Fungsi Distribusi
Tujuan kegiatan distribusi yang dilakukan oleh individu atau lembaga ialah sebagai berikut:
a.
Menyampaikan
barang atau jasa dari produsen kepada konsumen. Barang atau
jasa produksi tidak akan ada artinya bila tetap berada di tempat produsen.
Barang atau jasa tersebut akan bermanfaat bagi konsumen yang membutuhkan
setelah ada kegiatan distribusi.
b.
Mempercepat
sampainya hasil produsen kepada konsumen. Tidak semua
barang atau jasa yang dibutuhkan konsumen dapat dibeli secara langsung dari
produsen. Ada barang barang atau jasa jasa tertentu yang memerlukan kegiatan
penyaluran atau distribusi dari produsen ke konsumen agar konsumen mudah untuk
mendapatkanya.
c.
Tercapainya
pemerataan produksi.
d.
Menjaga
kesinambungan produksi. Produsen
atau perusahaan membuat barang dengan tujuan dijual untuk memperoleh
keuntungan. Dari hasil penjualan tersebut dapat digunakan untuk melakukan
proses produksi kembali sehingga kelangsungan hidup
perusahaan tetap terjamin.
e.
Memperbesar
dan meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi.
f. Meningkatnya nilai guna barang atau jasa.
Adapun fungsi utama distribusi adalah:
a.
Pengangkutan (Transportasi)
b.
Penjualan (Selling)
c.
Pembelian (Buying)
d.
Penyimpanan (Stooring)
e.
Pembakuan Standar Kualitas Barang
3) Macam-macam Distribusi
Distribusi dibagi menjadi 3, yaitu:
a.
Distribusi langsung (jangka panjang)
Sistem distribusi atau kegiatan menyalurkan barang yang tidak menggunakan
saluran distribusi. Jadi, produsen langsung
berhubungan dengan pembeli atau konsumen. Contohnya:
Penyaluran hasil pertanian oleh petani ke pasar langsung.
b.
Distribusi
semi langsung
Penyampaian barang dari produsen kepada konsumen melalui perantara tetapi
perantara masih milik produsen sendiri. Menjual
barang hasil produksinya melalui toko milik produsen sendiri.
c.
Distribusi
tidak langsung
Kegiatan menyalurkan barang dan jasa melalui pihak-pihak lain atau badan perantara seperti agen, makelar, toko atau pedagang eceran.
Berikut adalah cara-cara menyalurkan barang atau jasa:
a. Penyaluran barang atau jasa melalui pedagang.
b. Penyalur barang atau jasa melalui koperasi.
c. Penyaluran barang atau jasa melalui toko milik produsen sendiri.
d. Penyaluran barang atau jasa melalui penjualan dari rumah ke rumah.
e. Penyaluran barang atau jasa melalui penjualan di tempat tertentu yang ditetapkan pemerintah.
Faktor yang mempengaruhi produsen memilih dan menentukan saluran distribusi,
yakni:
a.
Sifat barang
dan jasa yang diperjualkan.
b.
Daerah
penjualan.
c.
Modal yang
disediakan, yang terkait
dengan hak dan kewajiban dalam perjualan barang.
d.
Alat
komunikasi.
e.
Biaya
angkutan.
4) Distribusi dalam Islam
Diakui bahwa distribusi merupakan bagian terpenting dalam ekonomi. Sebab
itu menurut Qardhawi[9],
di antara penulis ekonomi Islam berpendapat bahwa distribusi merupakan hal
pokok yang harus di perhatikan. Sistem ekonomi
yang berbasis Islam menghendaki bahwa
dalam hal pendistribusian harus berdasarkan dua sendi, yaitu sendi kebebasan dan keadilan kepemilikan.
Kebebasan di sini adalah kebebasan dalam bertindak yang
dibingkai oleh nilai-nilai agama dan keadilan tidak seperti pemahaman
kaum kapitalis yang menyatakannya sebagai tindakan membebaskan manusia untuk
berbuat dan bertindak tanpa campur tangan pihak mana pun, tetapi sebagai keseimbangan antara individu dengan unsur materi dan
spiritual yang dimilikinya. Keseimbangan antara
individu dan masyarakat serta antara suatu masyarakat dengan masyarakat lainnya.
Keberadilan
dalam pendistribusian ini tercermin dari larangan dalam Alquran agar harta kekayaan tidak
diperbolehkan menjadi barang dagangan yang hanya beredar diantara orang-orang
kaya saja, akan tetapi diharapkan dapat memberi kontribusi
kepada kesejahteraan masyarakat sebagai suatu keseluruhan (59:7).
Menurut Yusuf Qardhawi ada empat
aspek terkait
keadilan distribusi, yaitu:
a.
Gaji
yang setara bagi para pekerja.
b.
Profit
atau keuntungan untuk pihak yang menjalankan usaha atau yang melakukan perdagangan melalui mekanisme mudharabah maupun musyarakah.
c.
Biaya sewa tanah serta alat produksi lainnya.
5) Prinsip dan Tujuan Distribusi
Islam sangat
mendukung pertukaran barang dan menganggapnya produktif dan mendukung para
pedagang yang berjalan di muka
bumi mencari sebagian dari karunia Allah Swt., dan
membolehkan orang memiliki modal untuk berdagang, tapi ia tetap berusaha agar
pertukaran barang itu berjalan atas prinsip-prinsip
sebagai berikut:
a.
Tetap
mengumpulkan antara kepentingan individu dan
kepentingan masyarakat.
b.
Antara dua
penyelenggara muamalat tetap ada keadilan dan harus
tetap ada kebebasan ijab kabul dalam akad-akad.
c.
Tetap
berpengaruhnya rasa cinta dan lemah lembut.
d.
Jelas
dan jauh dari perselisihan.
Adapun tujuan distribusi
dalam ekonomi Islam adalah:
a.
Tujuan
dakwah
Dalam hal ini dakwah kepada Islam dan menyatukan
hati kepadanya.
b.
Tujuan
pendidikan
Tujuan pendidikan dalam distribusi adalah seperti dalam
surat at-Taubah ayat 103 yang bermaksud menjadikan insan yang berakhlak karimah.
c.
Tujuan
sosial
Memenuhi kebutuhan masyarakat serta keadilan dalam
distribusi sehingga tidak terjadi kerusuhan dan perkelahian.
d.
Tujuan
ekonomi
Pengembangan
harta dan pembersihannya, memberdayakan SDM, kesejahteraan ekonomi dan
penggunaan terbaik dalam menempatkan sesuatu.
6) Etika distribusi dalam ekonomi Islam
a.
Selalu
menghiasi amal dengan niat ibadah dan ikhlas.
b.
Transparan dan kondisi barangnya halal serta tidak
membahayakan.
c.
Adil
dan tidak mengerjakan hal-hal yang dilarang dalam Islam.
d.
Tolong
menolong, toleransi dan sedekah.
e.
Tidak
melakukan pameran barang yang menimbulkan persepsi.
f.
Tidak
pernah lalai ibadah karena kegiatan distribusi.
g.
Larangan
ihtikar. Ihtikar dilarang karena
akan menyebabkan kenaikan harga.
h.
Mencari
keuntungan yang wajar. Maksudnya kita dilarang mencari keuntungan yang
semaksimal mugkin yang biasanya hanya mementingkan pribadi sendiri tanpa
memikirkan orang lain.
i.
Distribusi
kekayaan yang meluas.
Islam mencegah penumpukan kekayaan pada kelompok kecil dan menganjurkan
distribusi kekayaan kepada seluruh lapisan masyarakat.
j.
Kesamaan
sosial. Maksudnya
dalam pendistribusian tidak ada diskriminasi atau kasta-kasta, semuanya sama
dalam mendapatkan ekonomi.[11]
C. KONSUMSI
Dalam bukunya, Agama, Etika dan Ekonomi, Dr. H. Muhammad
Djakfar, SH., M.Ag menuturkan alasan logis
mengapa Yusuf Qardhawi menempatkan implementasi konsumsi rabbani setelah
menjelaskan aktivitas produksi. Menurutnya, proses pemenuhan kebutuhan baru dapat dinikmati
hasilnya setelah melalui proses produksi dan distribusi. itulah alasan
mengapa penulis memilih menempatkan penjelasan mengenai konsumsi pada urutan
terakhir, didahului oleh dua aktivitas ekonomi lainnya yaitu produksi dan
distribusi
1) Definisi Konsumsi
Pada
prinsipnya, konsumsi adalah proses menghabiskan nilai guna suatu barang atau
jasa. Konsumsi berasal dari bahasa Inggris ‘Consumption’ yang dapat
diartikan sebagai tindakan untuk
mengurangi atau menghabiskan nilai guna ekonomi suatu benda. Sedangkan Graham Bannock[12] dalam bukunya Economics
mengartikan konsumsi sebagai pengeluaran total untuk memperoleh barang dan jasa dalam
jangka waktu tertentu (dalam satu tahun) pengeluaran.
Konsumsi
dalam artian sempit dapat diartikan
sebagai pembelanjaan atas barang-barang dan jasa-jasa yang dilakukan oleh rumah
tangga dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dari orang yang melakukan
pembelanjaan tersebut. Dalam arti kata, konsumsi
mutlak ada agar manusia dapat memperoleh kepuasan hidup.
Dalam aplikasinya, definisi konsumsi tersebut dapat diurai secara lebih
eksplisit sebagai pembelanjaan atas barang atau jasa,
baik itu dilakukan oleh rumah tangga, atau dalam skala lebih besar semisal
belanja perusahaan ataupun negara. Karena aktivitas konsumsi tidak hanya
terbatas pada belanja rumah tangga (household) saja melainkan termasuk
di dalamnya konsumsi perusahaan (business), bahkan konsumsi pemerintah (government
consumption).
2) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsumsi
Secara umum, tingginya tingkat konsumsi
dapat dipengaruhi oleh dua faktor:
a)
Faktor
Ekonomi.
Faktor ini muncul
disebabkan pola interaksi ekonomi tiap konsumen, seperti:
·
Besarnya
pendapatan individu konsumen.
·
Kekayaan.
·
Tingkat
harga barang.
·
Tingkat
ketersediaan barang di pasar.
·
Tingkat
bunga suatu barang.
·
Selera
dan tingkat kebutuhan barang.
·
Serta
kemampuan masyarakat dalam menyediakan barang dan jasa.
b)
Faktor
demografi
·
Jumlah
penduduk
·
Komposisi
penduduk
3) Teori Konsumsi Menurut Para Ahli
Teori
konsumsi menurut Herman Heinrich Gossen[13]
Teori
ini berangkat dari analisa Gossen terhadap kecenderungan orang dalam melakukan
proses konsumsi. Kecenderungan itu berupa:
1. Kecendrungan seseorang melakukan konsumsi dengan menitikberatkan
pada pemenuhan satu kebutuhan tertentu hingga mencapai tingkat kepuasan
yang tinggi, sedangkan kebutuhan yang lain kurang diperhatikan sehingga tingkat
kepuasannya rendah. Kecenderungan itu menghasilkan jenis konsumsi vertikal.
2. Kecenderungan seseorang melakukan konsumsi dengan memperhatikan berbagai macam kebutuhannya
dan berusaha mencapai tingkat kepuasannya yang mendekati sama dari berbagai
macam pemenuhan tersebut. Konsumsi jenis ini merupakan konsumsi
horizontal.
Konsumsi yang bersifat vertikal kemudian melahirkan Hukum Gossen I yang berbunyi: “Jika pemenuhan satu
kebutuhan dilakukan secara terus menerus,
tingkat kenikmatan atas pemenuhan itu semakin lama akan semakin berkurang
hingga akhirnya mencapai titik kepuasan
tertentu.”
Sedangkan
konsumsi yang bersifat horizontal melahirkan Hukum
Gossen II yang berbunyi:
“Pada
dasarnya, manusia cenderung memenuhi berbagai macam kebutuhannya sampai pada
tingkat inensitas atau kepuasan yang sama.”[14]
4) Kebutuhan dan Jenisnya
Aktivitas
konsumsi terkait erat dengan proses pemenuhan kebutuhan. Agar dapat terpenuhi
dengan baik tentu ada aturan, prinsip serta batasan-batasan Islam yang
menyertainya. Namun, sebelum membahas implementasi konsumsi dalam perspektif
Islam, penulis terlebih dahulu akan memapaparkan secara singkat klasifikasi
jenis-jenis kebutuhan, mengingat beragamnya kebutuhan manusia yang
mengakibatkan beragamnya cara serta aturan pemenuhan kebutuhan tersebut.
Berikut jenis-jenis kebutuhan:
a.
Kebutuhan menurut waktu
pemenuhannya berupa kebutuhan sekarang dan kebutuhan di masa yang akan datang.
b.
Kebutuhan ditinjau dari
sifatnya berupa kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani.
c.
Kebutuhan dilihat dari
subjek yang membutuhkan berupa kebutuhan individual dan kelompok.
d.
Kebutuhan berdasarkan
urgensi pemenuhannya seperti kebutuhan primer, sekunder dan tersier.
5) Konsumsi dalam Islam
Islam sebagai agama yang komprehensif
telah mengatur segala hal terkait kemaslahatan manusia, termasuk di dalamnya
pola serta aturan interaksi ekonomi, mulai dari produksi, distribusi serta
konsumsi. Sebab dalam ajaran Islam, seorang muslim harus mempertanggungjawabkan
tentang hartanya, dari mana ia mendapatkannya, selanjutnya untuk apa harta itu
dibelanjakan.[15]
Dimintanya
pertanggungjawaban kita dalam aktivitas ekonomi inilah yang kemudian mendorong
ulama-ulama kontemporer menjelaskan aturan-aturan terkait aktivitas ekonomi.
Aturan konsumsi antar tiap ulama tentu memiliki
batasan-batasan berbeda, tergantung dari aspek apa mereka memandangnya.
Seperti Rafiq Yunus al-Mishri
dalam bukunya Ushul al-Iqtishad al-Islami yang menjelaskan
aturan-aturan konsumsi dengan menitikberatkan pada
skala prioritas, seperti:
a.
Seorang
hendaknya memenuhi kebutuhan pribadinya terlebih
dahulu, baru memenuhi kebutuhan keluarga dan kerabat-kerabatnya. Prioritas pemenuhan jenis ini adalah untuk kebutuhan
dilihat dari segi subjek yang membutuhkan.
Rasulullah
Saw. bersabda, “Mulailah
berinfak untuk dirimu. Jika berlebih maka berikanlah untuk keluargamu. Jika cukup
untuk keluargamu tapi masih berlebih maka berikanlah pada kerabatmu. Jika masih
berlebih maka seterusnya dan seterusnya.” (HR. Muslim)
b.
Seorang
konsumen muslim hendaknya memenuhi kebutuhan primernya terlebih dahulu, baru
kemudian memenuhi kebutuhan sekunder dan tersier. Pemenuhan kebutuhan jenis ini ditinjau dari urgensi
pemenuhan.
Rafiq juga menegaskan pentingnya
mendahulukan belanja harta untuk sebuah proyek yang kekal pahalanya di dunia
serta akhirat, seperti wakaf, karena pahalanya lebih besar daripada sekedar
sedekah.[16]
Selain dua poin di atas,
Rafiq menambahkan prinsip Islam dalam mengatur aktivitas konsumsi manusia
seperti:
a.
Tidak
boleh memenuhi ketiga kebutuhan itu dengan sesuatu yang diharamkan baik dalam pemenuhan kebutuhan primer, sekunder atau
tersier.
Larangan ini diatur tegas dalam Alquran berupa larangan melampaui batas. Allah
Swt. berfirman, “Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu,
dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang melampaui batas.” (QS. al-Maidah: 87)
b.
Islam
telah mengatur batas ideal dalam konsumsi, serta melarang berlebihan di dalamnya. Allah Swt.
berfirman, “Makan dan minumlah. Dan janganlah berlebihan. Sesungguhnya Allah
Swt. tidak menyukai orang-orang yang berlebihan. (QS. Al-A’raf: 31)
Sedangkan Qardhawi
dalam karyanya Daur al-Qiyam wa al-Akhlaq fi
al-Iqtishadi al-Islami, merincikan aturan konsumsi sebagai berikut,
a. Hendaknya pembelanjaan dilakukan pada
hal-hal yang baik.
b. Tidak bakhil.
c. Menghindari sifat bermegah-megahan.
d. Mewajibkan pemilik harta untuk
menafkahkan sebagian hartanya untuk diri, keluarga dan di jalan Allah.
e. Mengharamkan sifat kikir.
f. Mengharamkan pemborosan dan penghamburan
harta.
Prinsip konsumsi dari kedua ulama di atas memiliki
banyak arsir dan kesamaan, meski menggunakan istilah yang berbeda dalam
menjelaskan aturan-aturan konsumsi, seperti larangan menggunakan harta secara
berlebih-lebihan dan pengharaman boros serta menghamburkan harta, semuanya memiliki
kandungan makna yang sama, sekaligus merupakan hal tercela dalam Islam.
Batasan paling rinci dan sistematis dalam konsumsi
juga dapat dilihat dari pemaparan Arif Pujiyono dalam
tulisannya Teori Ekonomi Islam. Prinsip-prinsip tersebut adalah:
a. Prinsip syariah,
yaitu menyangkut dasar syariat yang harus terpenuhi dalam melakukan konsumsi di mana
terdiri dari prinsip akidah, ilmu dan
amaliah.
b.
Prinsip kuantitas, yaitu sesuai dengan
batas-batas kuantitas yang telah dijelaskan dalam syariat islam, di antaranya sederhana,
sesuai antara pemasukan dan pengeluaran, menabung dan investasi. Dalam bukunya al
Muqaddimah fi al Mal wa al Iqtishad wa al Milkiyah wa al Aqd, Prof. DR. Ali Muhyi ad-Din menggunakan istilah
seimbang untuk menegaskan makna sederhana dalam konsumsi . Beliau juga
menyertakan dalil yang menguatkan aturan tersebut di antaranya firman Allah Swt. “Dan (termasuk hamba-hamba
Tuhan Yang Maha Pengasih) orang-orang yang apabila menginfakkan harta, mereka
tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, di antara keduanya secara wajar.”
(QS. Al-Furqan: 67)
c. Prinsip prioritas, di mana memperhatikan
urutan kepentingan yang harus diprioritaskan agar tidak terjadi kemudharatan,
yaitu kebutuhan primer, sekunder dan tersier.
d. Prinsip sosial, yaitu memperhatikan lingkungan
sosial di sekitarnya sehingga tercipta keharmonisan hidup dalam masyarakat, di
antaranya: kepentingan umat,
keteladanan, tidak membahayakan orang, sesuai dengan kaidah dan potensi sumber
daya alam.
Begitulah
Islam mengatur konsumsi secara rinci
aturan konsumsi melalui dalil-dalil syar’i. Aturan ini yang nantinya akan membedakan seorang
konsumen dengan yang lainnya. Karena bagi seorang muslim tujuan konsumsi bukan
sekedar pemenuhan kebutuhan dan pemuas hidup belaka, melainkan menjadi sarana
ketaatan dan mendekatkan diri kepada Allah Swt. Mengonsumsi sesuai dengan
aturan syariat juga merupakan realisasi sukur kita atas nikmat yang tersedia. Wallahu
Ta’ala a’lam bisshawab.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari uraian
makalah di atas, dapat Penulis simpulkan bahwa:
1.
Produksi, distribusi dan konsumsi mutlak ada dalam lingkar aktivitas
ekonomi.
2.
Produksi, distribusi dan konsumsi berperan penting dalam memenuhi
kebutuhan manusia sebagai makhluk ekonomi.
3.
Produksi, distribusi dan konsumsi dalam ekonomi mempunyai tujuan yang
muaranya sama: memenuhi kebutuhan dan memberi kepuasan. Sementara jika ditinjau
dari kacamata Islam maka ketiga aktivitas tersebut bukan sekedar dalam rangka
pemenuhan kebutuhan dan berlangsungnya siklus ekonomi, melainkan juga menjadi
sarana ketaatan pada Allah Swt.
Demikian kesimpulan yang dapat Penulis sampaikan
melalui makalah sederhana ini. Penulis sangat berharap agar pembaca dapat
mengambil semua manfaat yang terkandung dalam makalah ini.
by: Forum Kajian Pakeis, Cairo - Mesir
[1] Makalah ini disampaikan pada Kajian Mingguan PAKEIS di Wisma Nusantara,
Selasa, 24 Februari 2015.
[3] Muhammad Djakfar,
Agama, Etika, dan Ekonomi, UIN Malang Press, Malang, cet.I, 2007, hal. 109.
[4] http://www.academia.edu/4813852/teori_produksi_jangka_pendek_dan_jangka_panjang, diakses
pada pukul 17.25, hari Jumat, 20 Februari 2015
[5] http://artikata.com/arti-325453-distribusi.html, diakses pada pukul 16.30, hari Jumat, 20 Februari 2015.
[6] http://www.pengertianahli.com/2014/08/prinsip-prinsip-ekonomi.html, diakses pada pukul 16.35, hari Jumat, 20 februari 2015.
[7]
http://www.gerbangilmu.com/2014/08/pengertian-dan-tujuan-kegiatan.html, diakses pada pukul 16.45, hari Jumat, 20 Februari
2015.
[8] http://alief-sucia.blogspot.com/2014/06/macam-macam-distribusi-serta-kelebihan.html, diakses pada pukul 17.10, hari jumat, 20 Februari 2015.
[9]
Cendikiawan muslim kontemporer sekaligus aktivis dakwah dan gerakan Islam, yang
banyak memberikan sumbangsih dalam Ekonomi Islam melalui karya tulisnya. Terlahir
di Mesir 9 September 1926.
[10]
Yusuf al-Qardhawi,
Daur al-Qiyam wa al-Akhlak fi al-Iqtishadi al-Islam, Maktabah Wahbah,
Kairo, 1995, hal. 31.
[11] http://ifahhasifahgaleri.blogspot.com/2013/06/distribusi-dalam-ekonomi-islam.html, diakses pada pukul 13.33, hari Sabtu, 21 Februari 2015.
[12] Penulis asal Inggris yang sudah
menerbitkan banyak karya tulis mengenai bisnis dan ekonomi.
[13] Orang yang pertama kali memperkenalkan hukum tambahan
utilitas yang semakin berkurang.
[14] http://gioakram13.blogspot.com/2013/04/pengertian-konsumsi.html#ixzz3SIffiv00, diakses pada pukul
17.44, hari Jumat,
20 Februari 2015.
[15] Muhammad
Djakfar, Agama, Etika, dan Ekonomi Wacana Menuju Pengembangan Ekonomi
Rabbaniyah. Penerbit: UIN-Malang Press, September 2007
[16] Dr. Rafiq Yunus al-Mishri, Ushul al-Iqtishad al-Islami, Dar
al-Qalam, Damaskus, cet. VI, 2012, hal. 182.
No comments:
Post a Comment
Terima kasih sudah membaca blog saya, semoga bermanfaat