PEMBAHASAN
Harta dalam
bahasa Arab disebut dengan al-Māl, yang merupakan akar kata dari lafadaz
مال
– يميل – ميلا yang berarti condong, cenderung, dan miring. Istilah harta atau al-Maal dalam al-Qur’an maupun Sunnah tidak
dibatasi dalam ruang lingkup makna tertentu, sehingga pengertiannya sangat luas
dan selalu berkembang. Secara etimologi harta adalah segala sesuatu yang dibutuhkan dan diperoleh manusia dengan
sebuah usaha baik berupa benda yang tampak (materi) seperti emas,
perak, binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun berupa manfaat dari
suatu barang seperti kendaraan, pakaian, dan tempat tinggal.
Secara
garis besar, unsur-unsur harta adalah:
i. Bersifat materi atau mempunyai wujud
nyata (‘ainiyyah)
ii. Dapat disimpan untuk dimiliki (qabiilan
lit-tamlik)
iii. Dapat dimanfaatkan (qabiilan
lil-intifa’)
iv. ‘Urf (adat atau kebiasaan) masyarakat memandangnya sebagai harta.
Pemilik mutlak terhadap segala sesutu yang ada
di muka bumi ini,termasuk harta benda adalah Allah Swt. Kepemilikan manusia
hanyalah relatif,sebatas untuk melaksanakan amanah mengola dan memanfatkannya
sesuai dengan ketentuannya.
Sebagaimana firman Allah Swt: “Dan berikanlah kepada mereka, sebagian dari harta Allah (maalillah) yang dikaruniakan-Nya
kepadamu… “ (QS. 3: 33).
Dengan menyadari hal ini, seorang mukmin akan senantiasa menjaga
harta titipan Allah Swt dengan sebaik-baiknya, tidak digunakan kecuali atas izin dan
arahan Allah Swt sebagai pemilik. Sangat tidak pantas manakala seseorang
menggunakan harta tanpa sejalan dengan keinginan pemiliknya.
Harta yang ada pada manusia, statusnya antara lain adalah sebagai titipan
Allah Swt, sebagai perhiasan hidup, sebagai ujian keimanan, bekal untuk
beribadah, dan kenikmatan yang harus disyukuri.
Allah
Swt berfirman: “Berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-Nya, dan
infakkanlah di jalan Allah sebagian harta yang Dia telah menjadikan kamu sebagai
pemegang amanahnya” (QS. 57:7).
Layaknya seseorang yang menitipkan sesuatu, pasti dia berharap
barang titipannya akan dijaga dengan sebaik-baiknya, dan dia pasti percaya pada
orang yang dititipi. Kepercayaan yang telah diberikan, jangan sampai
dikhianati, yang membuat kemurkaan orang yang menitipkan.
Adapun harta menurut beberapa pendapat ulama memiliki
definisi harta yang berbeda-beda, diantaranya:
i.
Pendapat
mazhab Hanafi
Menurut para ulama Hanafiyah harta
adalah segala sesuatu yang dapat diambil, disimpan, dan dapat dimanfaatkan.
Dari definisi tersebut harta memiliki dua unsur, yaitu;
a)
Dapat
dimiliki dan disimpan secara nyata dalam bentuk fisik (tangible).
b)
Dapat
dimanfaatkan atau diambil nilai guna barangnya.
ii.
Pendapat
mazhab Maliki
Harta adalah sesuatu yang diakui
sebagai hak milik secara ‘urf dan
melekat pada diri seseorang sehingga menghalangi orang lain untuk menguasainya.
iii.
Pendapat
mazhab Syafii
Harta adalah sesuatu yang bermanfaat
bagi pemiliknya dan mempunyai nilai ekonomi serta dapat diperjualbelikan dan
ada konsekuensi bagi yang merusaknya.
iv.
Pendapat
mazhab Hanbali
Harta adalah sesuatu yang mempunyai
nilai ekonomi dan dilindungi oleh hukum.
v.
Pendapat
Jumhur Ulama
Harta adalah segala sesuatu yang
memiliki nilai, dimana bagi orang yang merusaknya berkewajiban untuk menanggung
dan menggantinya.
2. Kandungan Harta terhadap Kemanfaatan
Arti manfaat secara bahasa adalah
seluruh kebaikan dan keutamaan yang berada dalam isi harta tersebut. Dan
arti keutamaan yaitu faidah-faidah yang mengambil manfaat dari titik harta tersebut tanpa adanya
penghalangan pada keutamaan itu seperti rumah yang jadi tempat tinggal, alat perngangkat beban, dan lain sebagainya.
Dan juga keutamaan suatu materi dengan mengambil manfaat dari sisi harta itu,
seperti susu, kain, bulu domba, buah-buah dari pepohonan dan lain sebagainya.
Dan banyak para ahli fikih menggunakan kata manaafi’ atau ”Manfaat-manfaat”
dalam keutamaan suatu benda itu
tidak hanya berbentuk materi saja. Akan tetapi mereka telah memperkenalkan bahwa keutamaan
suatu harta yang sifatnya tidak berbentuk itu adalah mengambil manfaat dari
sisi zatnya sesuai dengan alur penggunaannya.
Maka dari itu setiap barang yang kita lihat
memiliki suatu manfaat yang tak terduga karena Allah Swt telah menciptakan
sesuatu yang tak sia-sia walau sekecil apapun dan manusialah yang memanfaatkan
materi-materi yang Allah Swt ciptakan agar bermanfaat bagi kehidupan kita.
3. Pembagian Harta
a.
Pembagian
harta berdasarkan kebolehan pemanfaatannya.
i.
Harta
muttaqawwim
Adalah harta yang diperoleh melalui pekerjaan yang halal dan
dibolehkan syara’ untuk diambil manfaatnya, seperti makanan halal yang dibeli
secara syar’i. Misalnya adalah binatang ternak seperti kerbau. Kerbau halal
dimakan oleh umat Islam, tetapi jika kerbau tersebut disembelih dengan cara
yang tidak sah menurut syara’, dipukul misalnya, maka daging kerbau tidak bisa
diambil manfaatnya karena cara penyembelihannya batal menurut syara’
.
ii.
Harta
ghairu muttaqawwim
Adalah harta yang dilarang oleh syariat untuk diambil
manfaatnya, baik jenisnya, cara memperolehnya maupun cara penggunaanya, seperti babi
karena jenisnya dilarang atau sepatu yang diperoleh dengan cara mencuri karena
cara memperolehnya yang haram.
b.
Pembagian
harta berdasarkan perpindahan lokasinya.
i.
Harta
Aqqar
Adalah harta tetap
yang tidak dapat dipindahkan dan diubah dari satu tempat ke tempat lain, seperti rumah atau tanah.
ii.
Harta
Manqul
Adalah harta yang dapat dipindahkan (bergerak) dan diubah dari satu tempat ke tempat lain. Hal ini mencakup uang, barang dagangan,
macam-macam hewan, benda-benda yang ditimbang dan diukur.
c.
Pembagian
harta berdasarkan ada tidaknya dipasar.
i.
Harta
Mitsly
Adalah harta yang ada jenisnya dan persamaannya dalam
satu-kesatuan di pasaran, dalam artian dapat berdiri sebagaimana di tempat yang
lain tanpa ada perbedaan yang perlu dinilai, serta dapat ditakar atau ditimbang
seperti gula, beras, dsb. Harta mistly terbagi jadi empat
macam:
a)
Makilaat (bisa ditakar), contoh: gandum dan terigu
b)
Mauzuunaat (bisa ditimbang) contoh: kapas, besi, tembaga.
c)
‘Adadiyat
(bisa dihitung dan memiliki kemiripan fisik)
d)
Dziroiyaat (dapat diukur dan memiliki persamaan atas bagian-bagiannya),
contoh: kertas, kain.
ii.
Harta
Qiimy
Adalah harta yang tidak memiliki persamaan di pasar (tidak
ada jenisnya di pasaran) ataupun harta tersebut mempunyai persamaan namun ada
perbedaan menurut adat antara kesatuannya pada nilai guna barang dan harganya,
seperti binatang, pohon, logam mulia, dsb.
d.
Pembagian
harta berdasarkan kepemilikannya.
i.
Harta
khaash
Adalah harta pribadi yang tidak
bercampur dengan harta yang lain. Harta ini tidak dapat digunakan tanpa seizin
pemiliknya.
ii.
Harta
‘aam
Adalah harta milik umum/ bersama,
sehingga semua orang boleh mengambil manfaatnya sesuai dengan ketetapan yang
disepakati bersama oleh umum/ pemerintah.
e.
Pembagian
harta berdasarkan pemanfaatannya.
i.
Harta
istihlaakiy
Adalah harta
yang berakhir kepemilikannya dengan sekali memakai, seperti makanan dan
minuman.
ii.
Harta
Isti’maaliy
Adalah harta
yang masih menyisakan manfaat ketika memakainya, seperti pohon, mobil, film.
f.
Pembagian
harta berdasarkan status harta tersebut.
i.
Harta
mamluuk
Adalah harta yang masuk dibawah kepemilikan seseorang
secara tabiat, seperti negara, yayasan umum.
ii.
Harta
mubaah ibaahah ‘aammah
Adalah harta
yang bisa di persekutuhan, seperti laut, hutan.
iii.
Harta
mahjuur lil mashaalih al’ aammah
Adalah harta
berupa jalan umum, masjid, kuburan.
g.
Pembagian
harta dilihat dari segi bisa dibaginya atau tidak pada harta tersebut.
i.
Harta
qaabil lil qismah
Adalah harta
yang tidak diperlukan lagi oleh pemiliknya ketika dibagikan, akan tetapi
pemanfaatannya itu masih ada setelah dibagikan, seperti
beras.
ii.
Harta
ghairu qaabil lil qismah
Adalah harta
yang masih diperlukan jika dibagi, seperti kursi, meja.
h.
Pembagian
harta berdasarkan zhaahir dan baathin
i.
Harta
zhaahir.
Adalah harta
tidak terbentuk atas kesamaan seperti kekayaan hewan, pertanian.
ii.
Harta
baathin
Adalah harta yang terbentuk atas
kesamaan seperti uang, emas, perak.
4. Posisi Harta dalam Islam
a.
Kedudukan
yang terpuji
i.
Jihad
dengan harta adalah salah satu macam jihad yang paling mulia yang mana
memberikan kebaikan kepada umat Islam dari munculnya kekafiran, kefakiran, kebodohan,
dan kesehatan.
ii.
Harta
yang menjadi pinjaman yang baik kepada seseorang.
iii.
Harta
yang dapat membangkitkan masyarakat, bahwasanya masyarakat itu tidak bangkit
dan tidak mengutamakan alam sekitar
tanpa adanya sisi harta (setelah adanya iman).
iv.
Harta
adalah perhiasan untuk kehidupan di dunia.
v.
Cinta
harta adalah anugerah yang dianugerahkan kepada manusia, maka dari itu turun
syariat-syariat samawi turun untuk mengaturnya.
vi.
Bahwasanya
menginfakkan harta bertujuan untuk menyucikan diri dan membersihkannya.
Maka
harta-harta yang disebutkan diatas adalah harta-harta yang halal yang bisa
diinfakkan di jalan Allah Swt untuk kemenangan umat.
b.
Kedudukan
yang buruk
i.
Harta
yang menjadi azab bagi pemiliknya, yang mana menunjukkan bahwa harta itu
menjadikan dia kafir dan munafik.
ii.
Hartanya
yang menjadi fitnah, karena telah menyibukkan hatinya dengan dunia dan
memperdikit muamalahnya dengan Allah Swt.
iii.
Harta
yang tidak dimanfaatkan pemiliknya di jalan Allah Swt.
iv.
Harta
yang menyebabkan kerugian.
v.
Harta
yang mendorong kepada kesewenangan, kesesatan, pemborosan.
5. Harta yang Haram
a. Harta yang haram terbagi menjadi dua macam:
i.
Harta
yang halal akan zatnya, akan tetapi diharamkan cara mendapatkannya atau
menghasilkannya. Dan dia berusaha dengan jalan yang diharamkan secara syar’i,
dan itu seperti benda-benda yang sifatnya mubah akan tetapi dicuri, dirampas
dan juga barang yang bernilai menjadi haram disebabkan akad yang rusak, batil,
atau jalan yang tidak disyariatkan.
ii.
Harta
yang haram akan zatnya, seperti bangkai, darah, daging babi, dan sebagainya.
Maka ini bukanlah harta yang harusnya berada ditangan seorang muslim. Akan
tetapi jikalau itu dimiliki oleh orang ahlu kitab yang beriman kepada
kehalalannya seperti khamr dan babi dalam
pandangan orang Nasrani, maka itu menjadi sandaran harta dalam ulama Hanafi,
dan tidak menjadi sandaran harta menurut ulama Jumhur.
b. Sebab-sebab keharamannya:
i.
Harta
yang memiliki nilai akan tetapi
haram disebabkan adanya jual beli
terlarang seperti jual beli gharar,
sesuatu-sesuatu yang diharamkan, jual beli salaf, jual beli dengan riba,
dan lain sebagainya.
ii.
Harta
haram disebabkan adanya upah yang terlarang seperti upah pelacuran, tarian
tanpa ada busana yang tidak memiliki rasa malu.
iii.
Harta
haram yang memiliki nilai yang jauh dari hukum fikih atas harta yang lain
seperti pencurian, rampasan, memakan harta anak yatim, dan lain sebagainya.
iv.
Harta
haram yang merupakan hasil dari modal kekuasaan dan penembusannya seperti suap.
6. Aturan Harta dalam Islam
a.
Harta
sebagai amanah atau titipan (as a truth) dari Allah Swt.
Manusia hanyalah pemegang amanah karena memang tidak mampu mengadakan benda dari tiada. Dalam bahasa Einstein, manusia tidak mampu menciptakan energi yang mampu manusia
lakukan adalah mengubah dari satu bentuk energi ke bentuk energi yang lain.
Pencipta awal segala energi adalah Allah Swt.
b.
Harta
sebagai perhiasan hidup
Yang memungkinkan manusia bisa menikmatinya dengan baik dan
tidak berlebih-lebihan. Manusia memiliki kecenderungan yang kuat untuk
memiliki, menguasai, dan menikmati harta. Sebagai perhiasan hidup, harta sering
menyebabkan keangkuhan, kesombongan, serta kebanggaan diri.
c.
Harta
sebagai ujian keimanan.
Hal ini menyangkut soal cara mendapatkan dan
memanfaatkannya, apakah sesuai dengan ajaran Islam ataukah tidak.
d.
Harta
sebagai bekal ibadah.
yakni untuk melaksanakan perintah-Nya dan melaksanakan
muamalah diantara sesama manusia, melalui kegiatan zakat, infak.
e.
Kepemilikan
harta harus dilakukan antara lain melalui usaha
atau mata pencaharian yang halal dan sesuai dengan aturan-Nya. Banyak ayat al-Quran dan hadits Nabi Saw yang mendorong umat Islam bekerja mencari nafkah secara
halal.
Allah Swt berfirman: "Hai
orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil
usahamu yang baik-baik."(QS. 1:267)
f.
Dilarang
mencari harta, berusaha, atau bekerja yang dapat melupakan kematian, melupakan mengingat Allah
Swt, melupakan salat dan zakat, dan
memusatkan kekayaan hanya pada sekelompok orang kaya saja.
g.
Dilarang
menempuh usaha yang haram, seperti melalui kegiatan riba, perjudian, berjual
beli barang yang dilarang atau haram, mencuri, merampok, curang
dalam takaran dan timbangan, melalui cara-cara yang batil dan merugikan, dan
melalui suap-menyuap.
h.
Menginfakkan
harta secara umum kepada negara.
Yang dimaksud
dengan ini adalah pemerintah menyimpan harta-harta untuk kemaslahatan umum. Dan
kemaslahatan umum itu mencakup bantuan-bantuan atas perjuangan (kemiliteran),
perekonomian (hukum-hukum produksi), kelembagaan, kesosialan, kebudayaan, dan
lain sebagainya.
Asas-asas
infak harta secara umum:
i.
Bimbingan
dalam suatu infak tanpa adanya hal yang berlebihan atau melampaui batas (israf
dan tabdziir)
ii.
Pengawasan
infak terhadap penyimpanan yang telah diatur al-Qur’an
dan Sunnah.
iii.
Mengatur
keseimbangan antara proses produksi, pertanian, perdagangan, yang mana
membenarkan kemaslahatan negara, masyarakat, dan individu.
iv.
Kehati-hatian
pelayanan, penyimpanan, keamanan dari harta-harta yang diinfakkan
v.
Ketidak adanya
penimbunan harta-harta umum dalam suatu penyimpanan.
i.
Adanya
Kumpulan harta-harta yang menjadi berbagai macam sumber negara, yang berupa :
i.
Zakat
dengan melihat perician, syarat-syarat, dan aturan-aturannya.
ii.
Sedekah,
kafarat, dan yang lainnya yang mana akan diberikan kepada bait al-Mal.
iii.
Pendanaan
Investasi khusus dengan memakai harta negara.
iv.
Pendanaan
Wakaf yang yang dikhususkan untuk perencanaan negara dan yayasan-yayasan
keilmuan, keagamaan, dan lain-lainnya.
v.
Pendanaan
Seperlima harta dari ghanimah, yang mana dua puluh persen darinya
diberikan untuk negara dan sisanya dibagikan kepada orang-orang yang ikut jihad.
vi.
Al-Fay’, yaitu harta yang diambil dari musuh tanpa adanya pembunuhan, yang
menjadikannya khusus bagi negara agar menyimpannya untuk kemaslahatan umat
dalam kebenaran jaminan sosial.
vii.
Persepuluh
dari hasil perdagangan, yaitu negara
Islam yang telah terjadi zaman ini mengambil pajak-pajak perdagangan luar
negeri yang mana kaum muslimin telah menegakkan itu, dan pembagiannya di
tetapkan.
viii.
Al-Jizyah, adalah pajak yang mewajibkan atas warga negara yang bukan muslim
dalam kewajiban zakat seorang muslim, dan ini merupakan dalil atas konsistensi
dengan undang-undang negara dan kepemerintahan.
ix.
Al-Rikaz
yaitu barang-barang tambang yang diprioritaskan (objek-objek
mentah) yang tertimbundan tertanam dalam perut bumi.
j.
Adanya
keseimbangan suatu negara.
Khalifah Umar membangun sebuah lembaga untuk mengatur sumber-sumber
dan pengeluaran harta. Dan memperhitungkan seorang pekerja dengan hal-hal mulia
kepada bait al-Mal serta adanya keseimbangan yang menyempurnakan antara
kehendak-kehendak sumber negara kepada orang-orang yang berhak mendapatkannya
yang mana telah disebutkan dalam al-Qur’an dan
Sunnah serta memberikan hak-hak mereka.
k.
Hubungan harta dengan politik moneter pada suatu negara.
Yang dimaksud dengan ini dalam ekonomi Islam adalah kumpulan dari
kaidah-kaidah dan langkah-langkah yang menjadikannya suatu negara untuk
mengatur suatu harta dengan dasar-dasar
yang bersifat Moneter dan aturannya dengan apa yang berkesinambungan antara
struktur investasi, produksi, konsumsi, untuk perekonomian yang umum terhadap
negara. Dan yang masuk dalam politik moneter juga berupa gerakan permasalahan
uang serta hal yang mengikutinya dan pelayananya seperti pengawasan atau
perkembangan secara menyeluruh, kepastian, dan kemakmuran.
Kepemilikan secara mutlaqah adalah
milik Allah Swt semata. Apabila kepemilikan manusia adalah kepemilikan muqoyyadah
atasnya ikatan-ikatan dan kewajiban-kewajiban.
Kepemilikan secara bahasa pencakupan atas sesuatu, dan kemampuan untuk
menjaga dan bertindak atas sesuatu. Dan ulama menggunakan kata al-Maalikiyah,
al-Mamlukiyah, al-Milkiyah, dan ketiga kata diatas semuanya adalah ungkapan
tentang hubungan antara manusia dan harta, kecuali al-Maalikiyah adalah
ungkapan dari sisi kemanusian, al-Mamlukiyah adalah ungkapan dari sisi
harta, dan al-Milkiyah ungkapan dari keduanya.
Kepemilikan secara syariat: Adalah penghubung antara manusia dan sesuatu
(harta), memungkinnya untuk memanfaatkannya (menggunakannya atau
mengeksploitasi) dan mengembangkannya, dan diharamkan selainnya untuk
mengganggunya. Dan kata al-Milku dimutlakkan dan dimaksudkan untuk
apa-apa yang dimiliki, dan juga dimaksudkan untuk kemampuan seseorang untuk
menggunakan hartanya itu dan haknya atas hartanya.
Sebab-sebab kepemilikan dalam Islam ada dua
macam, ada sebab-sebab terlarang dan ada sebab-sebab yang diperbolehkan.
a. Sebab-sebab
terlarang adalah:
i. Bunga (riba)
ii.
Penimbunan (Al-Ihtikar)
iii.
Tidak jelas (goror)
iv.
Suap-menyuap (riyswah)
v.
Mencuri (sariqoh)
vi.
Memakai tanpa ijin (goshob)
vii.
Curang (giys)
b. Sebab-sebab yang dihalalkan
adalah:
i. Buah atau anak dari yang
dimiliki, seperti buah dari pohon, anak dari hewan
ii.
Apa yang didapat dari perbuatan yang
dihalalkan, seperti kayu bakar, tanah yang dihidupkan, ghonimah perang,
hasil buruan
iii.
Harta warisan
iv.
Ad-Diyah
v.
Hasil jual beli, atau sedekah, hadiah
Dan kepemilikan disini sebagiannya dihasilkan
dari pekerjaan yang halal, dan sebagiannya lagi dihasilkan dari harta yang
halal, seperti anak dari gembalaan, dan sebagiannya lagi dihasilkan dari
sedekah, dan sebagianya lagi dihasilkan dari hubungan kekerabatan.
Selanjutnya kepemilikan disini ada yang ijbaari
(tanpa memilih) seperti warisan dan hasil dari kepemilikan, dan sebagiannya
lagi ikhtiyaari (harus memilih) seperti dari pekerjaan yang halal,
akad-akad kepemilikan, dan sebagian harta itu ada yang diambil dari tanpa
pemiliknya seperti hasil dari buruan, dan sebagian dari harta itu ada yang
diambil secara paksa seperti harta ghanimah, dan sebagian dari harta itu
ada yang dimiliki secara saling meridhai seperti jual beli, dan ada juga yang
tanpa meridhai seperti hadiah, pemberian.
Kepemilikan khusus adalah perkara yang sudah
jelas, maka kepemilikan itu untuk individu saja, mereka mempunyai hak untuk
melakukan apa saja pada hartanya. Apabila pembahasan tentang perbedaan antara
kepemilikan umum dan kepemilikan negara adalah perkara yang detail, karena
semua kepemilikan itu diurus oleh negara, akan tetapi yang membedakan keduanya
adalah kepemilikan negara seperti kepemilikan individu, negara berhak untuk
mengerjakan apa saja terhadap harta itu, apabila kepemilikan umum maka tidak
satupun negara atau individu yang boleh mengutarakannya atau menggunakan
seenaknya, karena itu adalah kepemilikan umum. Boleh memanfaatkan asal tidak
mengutarakannya.
a. Kepemilikan Khusus
Kepemilikan
khusus adalah kepemilikan individu atau perusahaan, dan kepemilikan khusus
sudah diakui dalam Islam. Dalil-dalil kepemilikan khusus sudah banyak didalam al-Quran
dan hadis-hadis Nabi Saw, seperti:
"كل
المسلم على المسلم حرام: دامه وماله و عرضه"
“Semua
muslim atas muslim haram, yaitu: darahnya, hartanya, kehormatannya”
Islam sangat menjaga kepemilikan khusus atau individu, seperti Islam
menjaga harta itu dari pencurian, goshob, maka Islam memberikan hukuman
atas setiap mereka. Kepemilikan khusus dalam Islam tidak terbatas pada
kepemilikan yang dihasilkan dari gaji atau buah, tapi juga dari ‘urudhu al-Qunyah
dan ‘urudhu at-Tijaroh dan semua daro yang asal-asal yang tetap
(alat-alat produksi), dan juga semua harta yang Islam perbolehkan untuk memilikinya
kepemilikan khusus. Berbeda dengan harta negara dan harta umum.
b. Kepemilikan Umum
Kepemilikan umum disini bukan kepemilikan
negara, akan tetapi kepemilikan disini adalah kepemilikan semua manusia, mereka
mengikuti hukum ibahah didalamnya. Maka tidak ada pengkhususan individu
atau negara didalamnya, maka tidak boleh didalam harta tersebut untuk dijual
atau diberikan, karena itu milik semua umat muslimin, baik itu yang hidup
sekarang atau yang akan lahir, Maka diperbolehkan pemanfaatannya saja.
i. Contoh-contoh kepemilikan umum,
diantaranya:
a). Sungai-sungai
b). Laut-laut
c). Tanah untuk menggembala
c.
Kepemilikan Negara
Tadi kita
sudah melewati tentang kepemilikan umum dalam satu negara, maka sekarang kita
akan berbicara tentang kepemilikan umum dalam lingkup dunia, bahkan terkadang
para peneliti-peneliti memandang sebelah mata tentang permasalahan ini.
Maka sungai-sungai, teluk-teluk, dan laut-laut yang melewati satu negara, maka
negara ini punya hak penuh untuk mengurusnya, berbeda dengan laut-laut atau
samudra yang melewati semua negara maka inilah yang disebut kepemilikan umum
semua umat manusia di dunia.
C. Perbandingan Konsep Kepemilikan Menurut Kapitalis, Sosialis dan Islam
1. Konsep Kepemilikan dalam Ekonomi Kapitalis.
Dalam aturan Kapitalisme berdiri pada suatu
kehormatan atas kepemilikan khusus, maka
seorang individu mempunyai kekuasaan mutlak dalam pembentukan kekayaan dan
perubahan yang ada didalamnya selama tidak bertentangan terhadap aturan
undang-undang yang telah diperintahkan.
Dan kepemilikan individual adalah salah satu
yang paling mendorong untuk membentuk dan mengembangkan kekayaan dan
menjaganya, tidak membuang dan
berlebihan didalamnya. Karena manusia telah diciptakan atas kecintaan yang
besar terhadap harta, dia berusaha dan berjalan diatas bumi, mencoba dan
berpikir bagaimana cara untuk mendapatkan harta. Itulah yang membuat harta
semakin banyak.
a. Ekonomi kapitalis memiliki beberapa konsep, yaitu:
i.
Kepemilikan individu.
Kepemilikan individu adalah salah satu yang mendorong
untuk mengembangkan dan memperluas
harta seseorang dalam konsep kapitalis.
ii.
Kebebasan
berekonomi.
Ekonomi
kapitalis berdiri diatas kebebasan berekonomi. Perkara ini adalah buah dari
menghormati kepemilikan individu, maka wajib semua urusan kegiatan
ekonomi dikembalikan bebas kepada pemiliknya.
iii.
Bebas bersaing.
Bebas bersaing adalah hal yang lumrah sebagai buah dari
kebebasan berekonomi, maka penjual
mempunyai kebebasan hak untuk memilih barang jualan dan jasa yang akan mereka
jual, mereka juga bebas untuk memberikan harga yang mereka inginkan, begitu
juga pembeli mempunyai hak untuk bebas membeli barang dan jasa yang mereka
inginkan.
iv.
Mengejar keuntungan.
Keuntungan adalah
salah satu yang paling memotivasi untuk terus berekonomi, dalam sistem ekonomi kapitalis keuntungan tiada batas,
seseorang lah yang menentukan keuntungan mereka sendiri.
b. Kecacatan ekonomi kapitalis diantaranya
adalah sebagai berikut:
i. Penimbunan harta
ii. Adanya bunga
iii. Manfaat hanya materialisme
c. Ciri-ciri ekonomi kapitalis, yaitu:
i.
Pengakuan yang luas atas hak-hak pribadi
ii.
Perekonomian diatur oleh mekanisme pasar
iii.
Manusia dipandang sebagai mahluk homo-economicus, yang
selalu mengejar kepentingan sendiri
iv.
Paham individualisme didasarkan materialisme, warisan
zaman Yunani kuno (hedonisme)
2. Konsep Kepemilikan dalam Ekonomi Sosialis
Konsep kepemilikan dalam ekonomi sosialis berasal
dari kepemilikan bersama.
Negara mengatur perputaran dan memperhatikan kegiatan ekonomi dari sisi
undang-undang pusat.
a. Ekonomi sosialis memiliki beberapa
konsep, yaitu:
i.
Kepemilikan umum.
Yaitu dari keikutsertaannya setiap individu
masyarakat dalam kepemilikan alat produksi dan negara berdiri sebagai alat
kontrol kegiatan ekonomi. Negara berlandaskan nasionalisme dalam menghukumi
kepemilikan khusus, seperti negara meniadakan harta warisan.
ii.
Tidak mengakui adanya keuntungan pribadi.
Konsep sosialis yang mengatur kegiatan
ekonomi bermaksud untuk memenuhi kebutuhan masyarakat umum. Mereka tidak
menganggap adanya keuntungan pribadi untuk menjaga keseimbangan konsep sistem
ekonomi sosialis.
iii.
Adanya undang-undang pusat.
Dikarenakan bersandarnya suatu negara untuk
menyiapkan undang-undang atau sebuah badan yang bertugas untuk membuat
undang-undang yang mencakup tujuan
masyarakat yang harus dicapai, dan juga perantara untuk mewujudkan
tujuan-tujuan itu.
Dengan segenap konsep ekonomi sosialis diatas
ternyata juga membuat banyak orang rugi dan terzalimi. Karena kenyataan sudah
membuktikan akan kejelekan ekonomi sosialis, lalu jatuhnya ekonomi sosialis di
akhir-akhir delapan abad lalu, dengan apa yang dibawanya dari
pertentangan-pertentangan dan juga dari menolaknya fitrah dan akal atasnya.
Bahkan hanya menimbulkan kefakiran dan kelaparan diantara masyarakat.
b. Diantara
cacat-cacat ekonomi sosialis adalah sebagai berikut:
i.
Individu tidak memiliki kepemilikan khusus
ii.
Tidak adanya hak individu untuk memilih barang jualan dan jasa-jasa
iii.
Rendahnya gaji buruh
iv.
Orang-orang yang mengusai undang-undang pusat
v.
Tidak terciptanya dua tujuan ekonomi sosialis, yaitu:
Keadilan dan kecukupan
c. Ciri-ciri ekonomi sosialis, yaitu:
i.
Lebih mengutamakan kebersamaan (kolektivisme)
ii.
Peran pemerintah sangat kuat
iii.
Sikap manusia ditentukan oleh pola produksi
3. Konsep Kepemilikan dalam Ekonomi Islam
Allah Swt telah menciptakan manusia dan
menjadikannya khalifah dimuka bumi, untuk mewujudkan sebenar-benarnya
penghambaan kepada Allah Swt semata, dan memakmurkan bumi dengan keadilan dan
kesejahteraan, dan sungguh Allah Swt telah memberikan semua yang membantu hamba
untuk beribadah kepadaNya, maka Allah Swt memberikan nikmat akal, panca indra,
dan kemampuan yang digunakan
untuk mengetahui apa-apa yang ada dibumi. Allah Swt berfirman:
(و
إذ قال ربك للملاءكة إني جاعل في الأرض
خليفة قالوا أتجعل فيها من يفسد فيها و يسفك الدماء ونحن نسبح بحمدك ونقدس لك قال
اني أعلم ما لا تعلمون)
)Dan ketika Rabbmu berkata kepada malaikat,”Sesungguhnya aku akan
menjadikan dibumi khalifah.” malaikat berkata, “Apakah engkau hendak menjadikan
orang yang merusak dan menumpahkan darah disana, sedangkan kami bertasbih
memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?”Dia berfirman, “Sungguh, Aku mengetahui apa
yang tidak kamu ketahui.” (QS. 2:30)
Kepemilikan adalah kekhususan yang memberikan
kepada pemiliknya suatu manfaat dengan adanya sesuatu dan perubahan didalamnya,
dan aturan ekonomi Islam berdiri atas asas kepemilikan ganda atau
saling berpasangan, yang mana mengambil kepemilikan individu dan kepemilikan
bersama secara bersamaan, dan tidaklah berdiri atas keduanya seperti apa yang
ada dalam kapitalisme dan sosialisme, maka ini adalah suatu hal yang
menggabungkan antara keduanya dalam suatu komposisi, dalam keaslian aturan
ekonomi dengan gambaran yang saling menyempurnakan dan yang memperkuat dan
dikelilingi setiap dari keduanya yang lain. Dan dalam jalan itu telah
menetapkan kepemilikan itu dengan aturan-aturan dan batasa-batasan yang
melarang kebahayaan dan mengimbangi antara maslahat individu dan maslahat bersama,
dengan gambaran yang menjadikan kepada kepemilikan yang yang telah diwajibkan
secara bersama dengan benar dan bersifat membangun.
a. Ada beberapa jenis kepemilikan dalam Islam, yaitu:
i.
Kepemilikan individu.
Kepemilikan individual
atau kepemilikan khusus adalah kepemilikan pada seseorang atau kelompok dari perorangan atas jalan
kerjasama. Dan Islam telah menetapkan kepemilikan individu, dan telah
difatwakan dalamnya dan pemeliharaannya dari hal-hal yang melampaui batas halal haram (fikih).
Allah
Swt berfirman: “Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang
diinginkan, berupa perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda yang bertumpuk
dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak dan sawah ladang, itulah kesenangan hidup di dunia, dan
disisi Allah-lah tempat kembali yang baik.”
Dan dengan itu bisa dikatakan bahwa setiap
kepemilikan yang didapatkan pemiiliknya sesuai dengan syariat tidak boleh
dirampas apabila tidak ada kemaksiatan didalamnya, seperti orang yang enggan
membayar zakat, maka diperbolehkan mengambilnya dengan paksa. Atau juga disana
ada kemashlahatan umum, atau hal darurat lainnya. Maka dibolehkan bagi seorang
hakim muslim kepada masyarakat muslim yang menerapkan hukum-hukum islam untuk
campur tangan , dan mencabut kepemilikan jika cara ini telah ditentukan untuk
membenarkan keadilan dan maslahat umum, dengan syarat adanya kompensasi atau
ganti rugi seorang penguasa terhadap kepemilikan yang bermanfaat dengan kompensasi
dan sesuai.
Sungguh kepemiilkan individu benar-benar
suatu fitrah dan dibutuhkan secara bersama, dengannya bumi makmur dan kebutuhan terpenuhi. Manusia berusaha untuk mencapai rizki dan saling
menampakkan kehebatannya. Berdasarkan bahwa pekerjaan adalah asas wujudnya dan
pertumbuhannya sama seperti apakah itu pekerjaan yang bersifat perdagangan atau
produksi atau pertanian atau pelayanan
atau yang selain itu, dengan syarat harus sesuai syariat, tanpa memakan
harta haram sedikitpun. (maka setiap harta dari harta-harta yang berhubungan
atas nya yang mana manusia dalam apa-apa diantara mereka tidak membenarkan
kepemilikannya kecuali dengan penerimaan dari pekerjaan atau usaha, maka jika
itu tidak mempunyai penerimaan maka itu menjadi haram).
ii.
Kepemilikan Umum
Kepemilikan umum berkaitan dengan kepemilikan
umat secara umum, dan memungkinkan pembagiannya atas dua macam:
a)
Kepemilikan bersama atau partisipasi
Kepemilkan bersama atau partisispasi adalah
atas apa yang Allah Swt berikan kepada seluruh umat atau sebagiannya, tanpa
memperhatikan individu secara detail, seperti sungai-sungai, tanah-tanah. Maka
keaslian objek kepemilikan adalah segala
yang berguna atau buah yang bukan dibuat sendiri. Dan belum ada campur
tangan didalamnya suatu pekerjaan manusia, yang memungkinkan untuk
mendapatkan manfaatnya dengan mudah,
apalagi karena dzatnya yang dapat memberi manfaat untuk semua penduduk tanpa
adanya pengkhususan kepada siapapun.
Dan hadist-hadist shohih yang mendukung atas ketetapan kepemilikan bersama, dari Ibnu
Abbas -yang Allah ridhai kepada keduanya- bahwa Nabi
Saw berkata: “Orang-orang muslim beserikat dalam tiga hal: dalam air,rumput
dan api.”
b)
Kepemilikan Negara
Kepemilikan negara adalah kepemilikan yang berada dalam
pemerintahan, dan sumber-sumbernya berasal dari baitul mal kaum
muslimin, pemerintah berhak untuk mengatur harta sesuai dengan kemaslahatan
bersama. Seperti kekayaan dari lahan tanah, minyak tanah, gas, tambang,
penjagaan umum, yang mana pemerintah yang mengaturnya sesuai kemaslahatan
bersama. Hukum kepemilikan negara sama halnya dengan kepemilikan individu yang
mana pemerintah juga mempunyai hak untuk mengeluarkan harta nya, seperti
berinfak atau menjual sesuai dengan kemaslahatan bersama.
Maka barang-barang tambang yang terlihat jelas seperti garam, minyak bumi,
korek api, dan setiap yang didapatkan dan diambil darinya tanpa ada kesulitan
maka itu adalah hak untuk umat, dan itu juga masuk kepada manfaat secara umum,
dan dari situ tidak boleh untuk seseorang memilikinya, atau seorang hakim
membagi untuk dirinya, tetapi dia harus mempertimbangkan untuk kepentingan
umat.